Bisnis.com, JAKARTA - Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2020 tentang pelaksanaan kewenangan LPS dalam Rangka Melaksanakan Langkah-langkah Penanganganan Permasalahan Stabilitas Sistem Keuangan dipandang masih memiliki banyak sisi kekurangan.
Sebagai informasi, dalam PP anyar ini, OJK tetap memiliki peran sebagai penetap status bank dalam pengawasan khusus. Selanjutnya, LPS bersama OJK dapat melakukan persiapan peningkatan intensitas penanganan bank yang ditetapkan sebagai bank dalam pengawasan khusus.
Kegiatan yang dilakukan meliputi pengkinian hasil pemeriksaan bersama, tetapi tidak terbatas pada penjajakan kepada calon bank penerima dalam rangka pemasaran aset dan kewajiban bank, penjajakan kepada pemegang saham yang berpotensi ikut serta melakukan penyetoran modal untuk Bank Sistemik, atau bahkan pengajuan izin usaha bank perantara.
Lebih lanjut, dalam penanganan permasalahan stabilitas sistem keuangan yang timbul akibat terjadinya pandemi virus corona dan untuk menghadapi ancaman krisis ekonomi dan mencakup penanganan permasalahan, maka LPS dapat melakukan penempatan dana selama pemulihan ekonomi.
Penempatan dana oleh LPS pada bank ditujukan untuk mengelola atau meningkatkan likuiditas, mengantisipasi permasalahan sistem keuangan yang dapat menyebabkan kegagalan Bank.
Adapun, total penempatan dana pada seluruh Bank paling banyak sebesar 30 persen dari jumlah kekayaan LPS, dan setiap individu bank paling banyak sebesar 2,5 persen dari jumlah kekayaan LPS. Penempatan dana paling lama 1 bulan dan dapat diperpanjang paling banyak 5 kali.
Ekonom senior INDEF Dradjad Hari Wibowo mengatakan PP ini merupakan pokok dari UU Nomor 2 tahun 2020 yang berasal dari Perppu Nomor 1 tahun 2020.
Menurutnya, UU ini banyak menabrak prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik, dari pengawasan, transparansi, akuntabilitas, kehati-hatian dan penegakan hukum.
"PP 33 tahun 2020 yang menambah kewenangan LPS itu juga lemah dari sisi tata kelola pemerintahan yang baik, terutama pengawasan dan kehati-hatian. Jika nanti terjadi ekses negatif dalam penyelamatan bank gagal dan penempatan dananya, itu konsekuensi dari UU ini," katanya kepada Bisnis, Sabtu (11/7/2020).
Dia menduga secara legal dengan PP ini, maka LPS tetap bisa melakukannya penempatan sendiri sendiri, meski akan sedikit gamang untuk bertindak seperti itu.
"Rasanya dia akan rapat dulu dengan OJK, BI dan Kemenkeu, minimal untuk mendapat dukungan moral. Ini karena mengenal pribadi Ketua Dewan Komisioner LPS yang cenderung super hati-hati dan mudah-mudahan selalu begitu," ujarnya.
Jika uang LPS habis, dia melanjutkan LPS diberi kewenangan di Pasal 20 ayat 1b dari UU 2 tahun 2020 yang secara legal memberi kesempatan kepada LPS untuk menjual/repo SBN kepada BI, menerbitkan surat utang, meminjam ke pihak lain dan atau meminjam ke pemerintah.
"Itu secara legal ya, tetapi Dalam prakteknya tentu akan sangat tergantung kondisi riil pasar dan likuiditas pemerintah. Kalau sekarang pemerintah keliyengan dengan anjloknya pajak, bagaimana LPS bisa minta pinjaman? Kalau uang BI sudah banyak dipakai memonetisadi defisit APBN, mana mau dia membeli SBN dari LPS? Jadi kondisi riil yang akan berpengaruh nanti," paparnya.