Bisnis.com, JAKARTA – PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) menargetkan rasio kredit bermasalah atau non-performing loan (NPL) hingga akhir tahun tidak akan melampaui 3 persen.
Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja mengatakan perseroan mengandalkan program restrukturisasi untuk menahan kenaikan NPL pada tahun ini. Menurutnya, program ini berdampak signifikan terhadap upaya pengelolaan kualitas kredit perseroan.
“NPL akan kami jaga di kisaran 2 persen—3 persen [hingga akhir tahun],” kata Jahja Setiaatmadja kepada Bisnis, Rabu (15/7/2020).
Berdasarkan laporan keuangan per 31 Maret 2020, total kredit yang direstrukturisasi di BCA mencapai Rp8,98 triliun. Restrukturisasi kredit paling banyak dilakukan pada kredit dalam kategori lancar dan kategori Dalam Pengawasan Khusus (DPK), masing-masing sebesar Rp2,83 triliun dan Rp4,01 triliun.
Per akhir Maret 2020, perseroan mencatatkan NPL gross senilai Rp9,59 triliun dan rasio NPL gross sebesar 1,6 persen. Posisi itu meningkat dari level pada akhir tahun lalu yang sebesar Rp7,87 triliun atau dengan rasio 1,34 persen.
Total penyaluran kredit BCA sebelum dikurangi Cadangan Kerugian Penurunan Nilai Keuangan (CKPN) pada periode tersebut meningkat 1,61 persen, menjadi Rp596,4 triliun.
Baca Juga
Meski kredit lancar masih tetap mendominasi, seluruh kredit kolektibilitas lainnya mengalami peningkatan dua digit secara kuartalan. Peningkatan paling besar terjadi pada kredit diragukan, yakni 43,39 persen menjadi Rp985,06 miliar.
Sementara itu, berdasarkan keterbukaan informasi ke Bursa Efek Indonesia (BEI), perseroan menyampaikan bahwa pandemi telah mengakibatkan penghentian operasional sebagian yang berakibat pada penurunan pendapatan dan laba bersih.
“Terdapat layanan operasional yang ditutup, seperti Kantor Kas, Kas Mobil dan BCA Express, karena kegiatan usaha disekitarnya tutup atau tidak beroperasi mengikuti kebijakan pemerintah seperti pusat perbelanjaan, pusat bisnis dan perdagangan,” tulis manajemen, dikutip dari keterbukaan informasi pada Rabu (15/7/2020).
Perseroan menyampaikan akibat kendala ini, sebagian fasilitas EDC untuk transaksi kartu kredit dan debit berhenti beroperasi terkait peraturan Pembatasan Sosial Berskala Besar atau PSBB.
Hingga akhir Mei 2020, perseroan memperkirakan pendapatan dan laba bersih mengalami penurunan sekitar 25 persen terhadap kinerja pada periode yang sama tahun sebelumnya.