Bisnis.com, JAKARTA - Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) memiliki kewenangan untuk menempatkan dana di bank sebagai bagian dari upaya penenganan bank dan penjagaan stabilitas keuangan nasional. Lantas, apakah saat ini sudah ada bank bermasalah yang sedang ditangani LPS?
Seperti diketahui, ada beberapa bank di Tanah Air yang sedang mengalami gangguan di sisi likuiditas dan permodalan. Sekadar menyebutkan contoh, ada Bank Banten dan Bank Bukopin, yang oleh manajemen dan pemegang sahamnya disebutkan tengah membutuhkan likuiditas dan modal tambahan.
Namun saat dikonfirmasi, Ketua Komisioner LPS Halim Alamsyah membantah saat ditanyakan apakah bank-bank tersebut saat ini sudah menjadi pasien LPS.
"Belum," kata Halim singkat saat dihubungi lewat aplikasi pesan, Jumat (17/7/2020).
Secara terpisah, Ekonom Senior yang juga Kepala Eksekutif LPS Periode 2015-Januari 2020, Fauzi Ichsan, dalam diskusi online bertajuk "New LPS, Bank Jangkar dan Perbankan" menjelaskan selama bank tersebut belum dinyakan bank gagal oleh OJK, maka belum dapat diserahkan kepada LPS.
Fauzi menuturkan, dalam melakukan penempatan dana, LPS tidak bersifat proaktif. Adapun tahapannya, bank yang punya masalah likuiditas harus melakukan permintaan melalui OJK untuk penempatan dana dari LPS. Dia beralasan, LPS bukanlah regulator bank.
Baca Juga
"Secara legalistis LPS menunggu (pernyataan dari) OJK, karena untuk melakukan due digilince pun, itu di bawah payung OJK sebab LPS bukanlah pengawas. Dari sisi legalnya, LPS tidak bisa melakukan pemeriksaan atau due-digilince tanpa payung OJK," katanya.
Lebih lanjut, Fauzi mengungkapkan di sejumlah negara maju seperti Amerika Serikat, Jepang, Korea dan Rusia, lembaga serupa LPS juga lebih menunggu dan bersifat pasif sebelum menempatkan dana.
"Jadi kalaupun ada penempatan dana di bank, biasanya setelah bank itu gagal, diserahkan ke LPS dan LPS itu melakukan penempatan dana untuk bantuan likuiditas. Tetapi sebelum dinyatakan gagal, hampir mayoritas LPS di dunia tidak terlibat secara finansial. Sudah bagian dari KSSK, karena memang LPS sebagai lembaga resolusi didesain menjadi "pemadam kebakaran"," lanjutnya.
Menurut Fauzi, idealnya OJK sebagai lembaga pengawas perbankan memberitahukan secara akurat terkait besaran kredit bermasalah (NPL), kredit berisiko, serta likuiditas serta prospek bank tersebut untuk mempermudah penanganan ketika LPS terlibat. Dia beralasan, ada kecenderungan lembaga pengawas menilai aset kredit berdasarkan nilai buku sedangkan lembaga penyelamat menilai dari nilai pasar.
"Dengan valuasi yang berbeda akan menghasilkan valuasi "bolongnya modal" yang berbeda," tuturnya.
Beberapa waktu sebelumnya, Pemerintah Provinsi Banten membuka opsi untuk meminta bantuan LPS dalam upaya penyehatan PT Bank Pembangunan Daerah Banten Tbk. (BEKS).
Pada rapat paripurna bersama DPRD Provinsi Banten, Selasa (14/7/2020), Sekretaris Daerah Banten Al Muktabar membacakan tanggapan dan jawaban Gubernur Banten Wahidin Halim terhadap pandangan fraksi-fraksi, yang disampaikan pada rapat Minggu (12/7/2020).
Salah satunya terkait dengan alasan pemindahan rekening kas umum daerah (RKUD) dari Bank Banten ke Bank BJB. Al Mukbatar menjelaskan, selama dua bulan masa pandemi yakni Maret-April 2020, Bank Banten mengalami penarikan dana yang cukup besar dari deposan hingga hampir 30 persen dari DPK yang mengakibatkan krisis likuiditas.
Pertanyaan lain yang dibahas yakni dari Fraksi Partai Golkar mengenai pertimbangan Peraturan Pemerintah (PP) No.33/2020 tentang Peraturan Pemerintah (PP) tentang Perluasan Kewenangan LPS Dalam Melaksanakan Langkah-Langkah Penanganan Permasalahan Stabilitas Sistem Keuangan sebagai salah satu cara dalam menyelamatkan Bank Banten.
"Sampai saat ini aturan pelaksanaan tersebut belum ditetapkan, untuk selanjutnya menurut kami bisa dijadikan alternatif penyehatan Bank Banten yang mengalami krisis likuiditas," ujar Al Muktabar.
Pemprov Banten saat ini sedang memproses proses penyertaan modal senilai Rp1,5 triliun dari Rp1,9 triliun dari dana pemerintah yang dibutuhkan. Sisa senilai Rp400 miliar nantinya berasal dari pemegang saham publik dan kerja sama pihak lain.
Pemprov Banten akan mengkonversi dana kas daerah yang ada di Bank Banten senilai Rp1,5 triliun sebagai penyertaan modal kepada Banten Global Development, badan usaha milik daerah sebagai kendaraan pemerintah dalam bank daerah itu, yang selanjutnya disalurkan ke Bank Banten.