Bisnis.com, JAKARTA -- PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. membukukan penurunan laba hingga 34 persen pada Mei 2020 dibandingkan dengan periode sama tahun lalu.
Berdasarkan laporan keuangan bulanan, BRI membukukan perolehan laba pada Mei 2020 senilai Rp8,42 triliun. Nilai tersebut tidak hanya mengalami penurunan dibandingkan dengan Mei 2019, tetapi juga menurun 4,91 persen jika dibandingkan dengan April 2020 yang tercatat senilai Rp8,86 triliun.
Direktur Keuangan BRI Haru Koesmahargyo mengatakan faktor utama penurunan laba tersebut disumbang oleh tekanan pada pendapatan bunga. Selain itu, tingginya restrukturisasi kredit akibat pandemi Covid-19, khususnya di segmen mikro dan perlambatan pertumbuhan kredit juga mendorong penurunan laba pada Mei 2020.
Pada Mei 2020, BRI juga membukukan tambahan biaya pencadangan sebagai mitigasi risiko pemburukan kualitas kredit terdampak Covid-19.
Laporan keuangan menyebutkan pembentukan cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) pada Mei 2020 adalah senilai Rp54,19 triliun atau meningkat 1,81 persen dibandingkan dengan April 2020 yang senilai Rp53,22 triliun.
Sementara itu, jika dibandingkan dengan periode sama tahun lalu, pembentukan CKPN pada Mei 2020 mengalami pertumbuhan yang signifikan yakni naik 41,79 persen. Pada Mei 2019, pembentukan CKPN BRI adalah senilai Rp38,21 triliun.
Meskipun demikian, dia menilai tren pendapatan bunga pada Mei 2020 justru lebih baik dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Hal tersebut sejalan dengan penurunan tren restrukturisasi kredit dan mulai pulihnya ekonomi di fase transisi pembatasan sosial skala besar (PSBB).
"Diperkirakan tren pendapatan bunga bersih akan membaik di bulan-bulan berikutnya," katanya kepada Bisnis, Minggu (19/7/2020).
Pada tahun ini, BRI telah merevisi target kredit menjadi sebesar 5 persen, loan to deposit ratio ((LDR) yang dijaga pada angka 90 persen atau kurang lebih 2 persen dari rencana, rasio bungan bersih atau net interest margin (NIM) yang kurang lebih diproyeksi sebesar 5,5 persen, pertumbuhaan fee income sebesar kurang lebih 7 persen, dan rasio kredit bermasalah (NPL) dijaga dikisaran 3 persen.
Menurutnya, sejauh ini BRI masih mematok target tersebut dan optimistis masih dapat tercapai. Apalagi penerapan fase transisi PSBB diharapkan dapat mempercepat pemulihan ekonomi.
Tekanan pada pertumbuhan bisnis dan margin, telah membuat BRI melakukan berbagai upaya seperti melakukan efisiensi biaya dana dengan fokus menghimpun dana murah, mendorong pendapatan berbasis komisi atau fee based income dari transaksi e-banking maupun branchless banking, hingga efisiensi biaya operasional dengan implementasi proses bisnis digital.
"Kebijakan pemerintah dan regulator kami yakini akan berdampak positif pada bisnis bank melalui efisiensi biaya dana dan tambahan likuiditas pada sistem yang akan mengakselerasi penyaluran kredit untuk percepatan pemulihan ekonomi," katanya.