Bisnis.com, JAKARTA - Penyelenggara teknologi finansial urun dana (fintech equity crowdfunding/ECF) PT Crowddana Teknologi Indonusa (CrowdDana) bakal menerapkan strategi baru untuk kembali bangkit dari pandemi Covid-19.
Pasalnya, Co-Founder sekaligus Chief Product & Marketing Officer CrowdDana Stevanus Iskandar Halim mengakui bahwa pandemi turut memperlambat kinerja perusahaannya selama semester I/2020.
Pertama, ini akibat lini bisnis utama CrowdDana di penyaluran saham pendanaan proyek properti, yang notabene butuh aktivitas fisik untuk verifikasi data.
Alhasil, CrowdDana pun sempat absen, tak melakukan penerbitan saham ECF selama periode Maret-Juni 2020.
Kedua, kinerja CrowdDana juga terkoreksi karena setelah mulai aktif menerbitkan saham proyek properti lagi pada semester II/2020, investor eksisting tampak lesu untuk menggelontorkan dana. Ini tercermin dari menurunnya nilai rata-rata pendanaan per satu investor.
"Jadi penurunan dari nominal investasinya. Contohnya sebelum pandemi, pada Februari, itu satu investor ritel bisa menginvestasikan rata-rata sampai Rp10 juta, sekarang hanya Rp5 juta," ujarnya kepada Bisnis, Kamis (20/8/2020).
Namun demikian, Stevanus masih optimistis kinerja CrowdDana akan bangkit pada semester II/2020, menilik user terdaftar terus bertumbuh dan kini telah melebihi 10.000 pengguna, dengan porsi lebih dari 500 pengguna aktif melakukan pendanaan.
"Kami akan melakukan penawaran tiga sampai empat proyek properti lagi hingga akhir tahun dengan nilai proyek di kisaran Rp1,5 miliar sampai Rp3 miliar. Dari sisi user yang berinvestasi, CrowdDana menargetkan jumlah user aktif akan bangkit menjadi dua kali lipat," tegasnya.
Stevanus yakin hal ini bisa tercapai sampai penghujung 2020, karena perusahaan akan memperbarui strategi bisnis dengan mengambil momentum pascapandemi, di mana investasi properti tengah dalam fase 'time to buy' yang tetap aman untuk jangka panjang.
"Maka, fokus kami sekarang ini merangkul user baru dan meyakinkan user eksisting untuk mulai berinvestasi lagi dengan tiga strategi. Yaitu, kampanye digital, upgrade aplikasi, dan melakukan promosi lebih luas bahwa produk investasi kami sustainable dengan imbal hasil kompetitif," ungkap Stevanus.
Tiga Strategi Baru
Menurut Stevanus, pemanfaatan ekosistem digital seperti sosial media dan aplikasi perpesanan instan, merupakan kunci bangkit selepas pandemi.
CrowdDana memulainya dengan aktif berkomunikasi dengan para user dan calon user via media sosial, email, menggelar forum diskusi virtual, dan menggelar forum dari grup Telegram yang kini telah memiliki member lebih dari 1.600 orang.
"Pandemi dan pembatasan sosial itu punya sisi baik membuat banyak orang terbiasa menggunakan Zoom. Jadi, kami bisa buat acara rutin setiap Sabtu, dihadiri 50-100 orang dari seluruh Indonesia, dan nyatanya efektif. Minimal belasan orang dari forum ini mau langsung berinvestasi ke CrowdDana," ujarnya.
Baca Juga : 5 Tips Crowdfunding Selama Pandemi |
---|
Strategi kedua, yaitu memutakhirkan aplikasi CrowdDana juga merupakan keniscayaan karena 90 persen user aktif berinvestasi via aplikasi, sementara sisanya melalui laman web.
Stevanus menilai dengan langkah ini, user baru pun bisa dirangkul lebih mudah, sebab pengaruh tampilan aplikasi yang menarik dan semakin mudah digunakan.
Terakhir, langkah menggencarkan promosi bahwa CrowdDana selaku platform fintech ECF yang telah direstui Otoritas Jasa Keuangan (OJK), merupakan pembuktikan bahwa CrowdDana bisa bersaing, terpercaya, serta mampu menjadi platform investasi yang menguntungkan.
"Return kami 13 persen sampai 15 persen, dan ada pembagian dividen 8 persen dari pendapatan sewa. Jadi keuntungannya dua. Apalagi karena proyek yang kami tawarkan kebanyakan kos-kosan, puluhan tahun pun investor masih bisa mendapatkan return dan pastinya aman, karena aset properti itu terlindung dari nilai inflasi," tutupnya.