Bisnis.com, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat ada 21 provinsi yang memiliki literasi keuangan lebih rendah di bawah indeks nasional. Sementara, inklusi keuangan yang masih berada di bawah indeks nasional terdapat di 19 provinsi.
Berdasarkan survei nasional literasi dan inklusi keuangan tahun 2019 yang dilakukan OJK, telah terjadi kenaikan indeks pada inklusi maupun literasi keuangan.
Pada 2016, literasi keuangan adalah sebesar 29,7 persen kemudian naik menjadi 38,03 persen pada 2019. Kemudian, untuk inklusi keuangan, dari semula 67,8 persen pada 2016 kemudian menjadi 76,19 persen pada 2019.
Perlu diketahui, World Bank (2016) mendefinisikan inklusi keuangan sebagai akses terhadap produk dan layanan jasa keuangan seperti transaksi, pembayaran, tabungan, kredit dan asuransi yang digunakan secara bertanggung jawab dan berkelanjutan.
Sementara itu, literasi keuangan merupakan pengetahuan dan keyakinan masyarakat terhadap lembaga jasa keuangan serta produk jasa keuangan.
Adapun provinsi yang memiliki literasi keuangan di bawah indeks nasional yakni Sumatra Utara, Maluku Utara, Jawa Barat, Kalimantan Tengah, Sulawesi Tenggara, Kalimantan Barat, Maluku, Kalimantan Selatan, Bangka Belitung, Kalimantan Utara, Jambi, Sulawesi Barat, NTB, Sumatera Barat, Bengkulu, Sulawesi Selatan, Gorontalo, Lampung, Papua, Papua Barat, dan NTT.
Provinsi yang memiliki inklusi keuangan di bawah indeks nasional yakni DIY Yogyakarta, Maluku Utara, Kalimantan Barat, Sulawesi Tenggara, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Sumatera Barat, Jawa Tengah, Maluku, Kalimantan Utara, Jambi, Bangka Belitung, Sulawesi Barat, NTB, Lampung, Gorontalo, Papua, NTT, dan Papua Barat.
Padahal, Presiden Joko Widodo pada awal 2020 memberikan arahan untuk mencapai target inklusi keuangan 90 persen pada 2024.
Sejumlah tantangan pun masih harus dihadapkan untuk meningkatkan literasi keuangan yakni demograsfi penduduk yang beragam hingga tingkat pendidikan dan perekomian yang berbeda.
Saat ini sejumlah inisiatif program inklusi keuangan yang terlah berjalan yakni simpanan pelajar, laku pandai, Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD), dan Bank Wakaf Mikro (BWM).
Dari 382,604 sekolah yang ada, telah terdaftar 24,85 juta rekening dengan nominal simpanan mencapai Rp5 triliun. Begitu juga dengan agen laku pandai yang hingga Juni 2020 telah terdapat 1,252 juta agen dengan jumlah rekening 31,24 juta rekening dengan total nominal Rp2,12 triliun.