Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pertumbuhan Kredit Berpotensi Negatif? Para Bankir Buka Suara

Data Bank Indonesia teranyar melaporkan pertumbuhan kredit pada Agustus 2020 hanya 1,04 persen secara tahunan.
Karyawan merapikan uang di cash center Bank BNI, Jakarta, Selasa (11/2/2020). Bisnis/Himawan L Nugraha
Karyawan merapikan uang di cash center Bank BNI, Jakarta, Selasa (11/2/2020). Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA -- Pelaku industri perbankan mengaku kondisi paruh kedua tahun ini masih berat dan bahkan membuka potensi pertumbuhan kredit negatif.

Berdasarkan data bulanan 10 bank besar di Indonesia, 3 bank sudah mulai menunjukkan pertumbuhan kredit tahunan negatif pada awal paruh kedua tahun ini.

Tren ini seiring dengan kinerja fungsi intermediasi yang terkerek tipis, yakni dari 1,49 persen pada Juni 2020 menjadi 1,53 persen pada Juli 2020. Bahkan, data Bank Indonesia teranyar melaporkan pertumbuhan kredit pada Agustus 2020 hanya 1,04 persen secara tahunan.

Chief Financial Officer Bank BRI Haru Koesmahargyo mengatakan pertumbuhan kredit industri perbankan yang masih sangat terbatas sejalan dengan tren permintaan yang memang belum kuat.

"Saat ini pelaku usaha masih tertekan akibat pandemi, sementara sektor perbankan fokus dalam upaya restrukturisasi dan tetap ekspansi secara hati-hati di tengah perlambatan ekonomi saat ini," sebutnya kepada Bisnis, Kamis (17/9/2020).

Dia menyebutkan perseroan proyeksikan secara total kredit industri masih mampu tumbuh positif meskipun terbatas, khususnya disumbang oleh segmen UMKM.

"BRI sendiri menargetkan kredit dapat tumbuh 5 persen pada tahun ini. Pertumbuhan akan dilakukan secara selektif dengan fokus pada segmen UMKM khususnya mikro dan pada sektor tertentu seperti pertanian, perdagangan sembako, makanan & minuman serta kesehatan," imbuhnya.

Direktur Finance, Planning, dan Treasury Bank BTN Nixon L. P. Napitupulu mengatakan ekspansi KPR masih menantang pada paruh kedua tahun ini.

Namun, perseroan akan tetap melakukan ekspansi kredit dan mengupayakan pertumbuhannya positif 4 persen sampai 5 persen sampai akhir tahun.

"Gross ekspansi dari bulan ke bulan mulai terlihat membaik, walau masih di bawah angka ketika situasi normal. Yang kami kelola memang trennya harus terus membaik," katanya.

Adapun, sesuai Peraturan Menteri Keuangan No. 70 tahun 2020, Bank BTN menerima penempatan dana pemerintah sebesar Rp 5 triliun pada 25 Juni 2020 untuk tenor 3 (tiga) bulan. 

Perseroan mengatakan sejak awal Bank BTN berkomitmen memenuhi target untuk menyalurkan pembiayaan hingga 3 kali lipat atau sebesar Rp15 Triliun dari dana yang ditempatkan Pemerintah. Porsi terbesar dari penyaluran pembiayaan tersebut adalah ke sektor perumahan, sesuai dengan core business BTN.

Direktur Utama BTN Pahala N. Mansury menjelaskan realisasi penyaluran pembiayaan hingga 25 September 2020 dari penempatan dana pemerintah, diproyeksikan mencapai Rp 15,38 triliun atau 102,5 persen dari target.

Segmen terbesar dari penerima pembiayaan tersebut adalah KPR subsidi yakni untuk 28.807 debitur senilai Rp 3,99 triliun. Dana itu setara 26 persen dari keseluruhan pembiayaan yang disalurkan. 

Senada, Presiden Direktur PT Bank Pan Indonesia Tbk. Herwidayatmo pun mengatakan kondisi ekonomi sangat menantang. Dia bahkan mengatakan priositas utama tahun ini adalah keselamatan bank.

"Prioritas, bank harus survive dulu. Ada cara lain untuk bank tetap survive, terutama dalam situasi kredit tidak bisa tumbuh," sebutnya.

Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk. Jahja Setiaatmadja menambahkan tren pertumbuhan kredit negatif dapat terlihat dari produksi dan daya beli masyarakat yang menurun.

"Fundamentalnya saja, kredit kan untuk berusaha dagang atau produksi. Nah kalau enggak bisa jualan karena masyarakat ada di rumah berarti enggak ada yang belanja Jadi, kredit untuk apa dong? Kalau ada uang lebih malah kalau bisa kembalikan kredit supaya bunga berkurang," paparnya.

Meski demikian, Jahja sebelumnya masih melihat ada perkembangan lebih positif di paruh terakhir tahun ini karena beberapa industri otomotif.

"Kami dengar industri mobil mereka lebih optimis, bahwa dengan masa transisi dari yang tadinya masa PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar), totally susah ekonomi. Dengan adanya masa transisi kami harapkan berangsur-angsur paling tidak bisa 50 persen hingga 60 persen dari kondisi normal yang dulu," ujar Jahja.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : M. Richard
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper