Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Industri Dana Pensiun Ragukan Kapasitas Program JKP dalam Bantu Korban PHK

Program JKP dinilai belum setara dengan manfaat yang diperoleh melalui program dana pensiun.
Dana pensiun/Istimewa
Dana pensiun/Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA — Industri dana pensiun meragukan kecukupan program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) untuk memenuhi kebutuhan pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). Program itu dinilai sulit diimplementasikan di lapangan.

Direktur Eksekutif Asosiasi Dana Pensiun Indonesia (ADPI) Bambang Sri Muljadi menjelaskan bahwa omnibus law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja akan menurangi nilai pesangon bagi pekerja menjadi maksimal 25 kali upah, dari yang sebelumnya 32,2 kali upah.

Pembayaran pesangon itu pun ditanggung oleh dua pihak, yakni pemberi kerja sebanyak 19 kali upah dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan atau BP JAMSOSTEK sebanyak enam kali upah, melalui program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).

Bambang menilai bahwa program JKP memang bukan hanya memberikan manfaat dana tunai bagi pekerja, tetapi juga terdapat pelatihan kerja dan bantuan pencarian kerja bagi para pekerja yang terkena PHK. Namun, hal tersebut belum setara dengan manfaat yang diperoleh melalui program dana pensiun.

"Saya kira itu hanya membetulkan [pengurangan nilai pesangon] saja, bagaimana bisa mencarikan kerja? Yakin bisa kalau pekerja ter-PHK jumlahnya banyak? Modal dari mana untuk mencari kerja itu?" ujar Bambang kepada Bisnis, Selasa (6/10/2020).

Dia menilai bahwa berlakunya omnibus law itu justru dikhawatirkan dapat membuat para pekerja kesulitan memenuhi dana pensiun untuk kebutuhan di usia senjanya. Alih-alih mengurangi manfaat pensiun, justru pemerintah harus fokus menyelesaikan berbagai masalah ketenagakerjaan yang ada.

Menurut Bambang, persoalan utama ketenagakerjaan saat ini adalah kompetensi pekerja yang rendah, disertai dengan lapangan kerja yang terbatas. Kondisi itu yang membuat tenaga kerja sulit bersaing, sehingga kondisi keuangan masyarakat belum maksimal yang berdampak pada minimnya persiapan dana untuk pensiun.

"Kondisi kita sebenarnya tidak seperti yang dibayangkan, tenaga kerja itu harus disiapkan untuk memasuki masa pensiun. Mengharmonisasi aturan satu dengan yang lainnya [melalui omnibus law] dikira mudah?" ujar Bambang.

ADPI menilai bahwa pemerintah harus membuat aturan turunan yang jelas dari omnibus law RUU Cipta Kerja, agar industri dana pensiun tidak terganggu. Persiapan dana pensiun pekerja menjadi krusial karena program wajib melalui BP JAMSOSTEK belum cukup untuk menjaga kesejahteraan pekerja di usia senja.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menjelaskan bahwa melalui program JKP yang dikelola BP JAMSOSTEK, pemerintah akan memberikan insentif uang tunai, pelatihan kerja, dan akses ke pasar tenaga kerja bagi pekerja yang menjadi korban PHK.

"Di sini [saya] sampaikan kembali bahwa negara hadir untuk kepastian pemberian pesangon melalui program jaminan kehilangan pekerjaan yang dikelola oleh BPJS Ketenagakerjaan," ujar Airlangga dalam Sidang Paripurna DPR, Senin (5/10/2020).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper