Bisnis.com, JAKARTA — Terus meningkatnya klaim asuransi kredit sejak 2019 dinilai turut dipengaruhi oleh kompetisi antar perusahaan asuransi dalam menawarkan produk tersebut. Sayangnya, saat pandemi virus corona menghantam perekonomian, lini bisnis itu terdampak cukup hebat.
Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) Dody Achmad Sudiyar Dalimunthe menjelaskan bahwa lini bisnis asuransi kredit mengalami perkembangan cukup pesat dalam dua tahun terakhir. Hal tersebut terlihat dari terus betambahnya premi dan perusahaan yang memasarkan asuransi kredit.
Seiring perkembangannya, perusahaan-perusahaan itu terus bersaing dalam memasarkan asuransi kredit, salah satunya dengan menawarkan cakupan proteksi yang cukup luas. Berbagai penawaran manfaat dengan premi yang terjangkau membuat proteksi kredit terus meningkat.
Saat pandemi Covid-19 menghantam dan banyak debitur yang kesulitan membayar cicilannya, perbankan dan industri pembiayaan selaku kreditur pun mengajukan klaim ke perusahaan asuransi. Tingkat klaim itu dikhawatirkan akan terus meningkat, setelah terus naik sejak akhir 2019.
"Sekarang permintaan perbankan semua yang nonperforming loan [NPL] dijamin. Kenapa itu terjadi? Dituruti [oleh perusahaan penerbit asuransi kredit], karena kompetisi tinggi. Dulu hanya 2–3 perusahaan yang menyediakan jasa kredit," ujar Dody dalam webinar Strategi Sektor Keuangan Non Bank dalam Dorong Pertumbuhan Ekonomi melalui Teknologi yang digelar Bisnis, Selasa (27/10/2020).
Menurutnya, kondisi tersebut menyebabkan kompetisi yang kurang sehat karena menurunkan kualitas proteksi dari asuransi kredit. Meskipun begitu, hal tersebut telah menjadi perhatian asosiasi, sejumlah pimpinan perusahaan asuransi umum, dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang menyepakati perlu adanya tindak lanjut untuk mencegah pembengkakan klaim.
AAUI mencatat bahwa pada 2019 premi asuransi kredit mencapai Rp14,64 triliun atau naik 86,2 persen (year-on-year/yoy) dari 2018 senilai Rp7,86 triliun. Namun, pertumbuhan pesat itu pun sejalan dengan kenaikan klaimnya pada 2019, yakni Rp 9,87 triliun atau melonjak 88,9 persen (yoy) dari 2018 senilai Rp5,22 triliun.
Menurut Dody, kenaikan klaim itu terus berlanjut pada kuartal I/2020, lalu pada semester I/2020 kembali terjadi kenaikan klaim tetapi preminya justru menurun. Trennya belum terlihat pada kuartal III/2020 karena pengolahan data dari seluruh anggota AAUI belum rampung.
Pada semester I/2020, AAUI mencatat jumlah premi asuransi kredit senilai Rp5,7 triliun, turun 6,1 persen (yoy) dibandingkan dengan semester I/2019 senilai Rp6,16 triliun. Pada semester I/2020, klaim yang dibayarkan senilai Rp4,09 triliun naik 16,3 persen (yoy) dari posisi semester I/2019 senilai Rp3,52 triliun.
"Kekhawatiran kami muncul dari data bahwa pada kuartal I/2020 dan kuartal II/2020, meski premi asuransi kredit turun tapi klaimnya naik, kenaikan klaim itu terlihat dari akhir 2019. Makanya kemudian kami menghimbau kepada semua penerbit asuransi kredit untuk melakukan mitigasi risiko yang baik," ujar Dody.