Bisnis.com, JAKARTA - Perusahaan pembiayaan atau multifinance boleh mulai percaya diri memanfaatkan surat utang dalam meraup pendanaan, menilik sentimen pasar terhadap industri mulai pulih berkat perbaikan kinerja pada kuartal III/2020.
Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Suwandi Wiratno mengungkap bahwa pekerjaan rumah berupa memperbaiki tingkat nonperforming financing (NPF), serta menekan biaya operasional, merupakan modal untuk menghadapi 2021.
Sementara itu, pemulihan dari sisi penjualan dan pendapatan operasional, sangat bergantung terhadap kondisi perekonomian, daya beli masyarakat, serta kondisi akibat pandemi Covid-19.
Padahal dalam waktu bersamaan, pendanaan multifinance pada periode mendatang berpotensi semakin sulit didapat, menilik Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperpanjang masa restrukturisasi perbankan hingga Maret 2022.
"Padahal, kita tahu 80 persen pendanaan kami dari perbankan. Maka, masing-masing perusahaan pembiayaan harus bisa menakar kondisinya, dan mulai merencanakan opsi-opsi funding untuk periode mendatang, apabila nantinya perbankan betul-betul menahan diri," jelasnya ketika dikonfirmasi Bisnis, Kamis (5/11/2020).
Berdasarkan data OJK per September 2020, dari total pendanaan yang diterima multifinance sebesar Rp294,4 triliun, dominasi terbesar masih diraih pendanaan bank dalam negeri sebesar Rp138,9 triliun.
Disusul pendanaan dari bank luar negeri Rp88,3 triliun, dan pendanaan dari penerbitan surat berharga Rp60,7 triliun. Sisanya, dari lembaga keuangan bukan bank dan pendanaan lembaga lain, baik dalam maupun luar negeri.
Analis Divisi Pemeringkatan Jasa Keuangan PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) Danan Dito mengungkap multifinance boleh kembali optimistis untuk kembali mencari pendanaan lewat surat utang.
Menurutnya, sebagai salah satu sektor yang sempat masuk daftar 'tak dilirik' pasar akibat begitu terdampak pandemi, kini sentimen buat multifinance berangsur-angsur membaik.
"Memang tadinya multifinance itu masuk kategori sangat berisiko. Itulah kenapa pada April, Mei, dan Juni kemarin ada yang rating maupun outlook-nya turun. Namun, pada kuartal III/2020 ini terbilang terjaga. Terutama, tentu yang punya perbankan atau grup [korporasi] besar di baliknya," jelasnya kepada Bisnis, Rabu (4/11).
Dito menerangkan bahwa Pefindo menilai pulihnya sentimen pasar terhadap multifinance merupakan dampak dari bangkitnya pembiayaan baru walaupun bertahap, diiringi upaya collection yang masif, serta strategi yang baik dalam melunasi utang jatuh tempo.
Terlebih, dalam penerbitan surat utang secara nasional hingga September 2020 yang mencapai Rp69,37 triliun, industri multifinance masih merupakan sektor dengan penerbitan terbesar mencapai Rp10,85 triliun.
Terbagi dalam penerbitan obligasi Rp10,47 triliun, medium term notes (MTN) Rp168,2 miliar, dan sukuk Rp215 miliar.
"Secara finansial, multifinance memang jeblok. Terdampak bagian profitabilitas, berkurangnya arus kas dari restrukturisasi, kenaikan biaya pencadangan, dan bagaimana mempertahankan likuiditas. Namun, ke depan kami lihat akan membaik, aman, terutama buat yang ratingnya masih tinggi," tambahnya.