Bisnis.com, JAKARTA -- Tiga bank bumn syariah yang akan melakukan merger mesti berhati-hati menjaga rasio pembiayaan bermasalah atau non-performing financing agar tidak menggerogoti permodalan.
Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Piter Abdullah mengatakan merger perbankan syariah tersebut memang akan melahirkan bank syariah dengan aset terbesar di Indonesia. Bank hasil merger pun berpeluang masuk menjadi bank umum kelompok usaha (BUKU) III atau BUKU IV.
Hanya saja, persoalan merger, bukan hanya mengenai aset. Dalam tubuh bank syariah, selain aset, human capital juga menjadi persoalan yang cukup penting. Apalagi, persoalan nonperforming financing (NPF) masih akan menghantui bank syariah hasil merger tersebut.
"Apabila masih dikelola dengan cara yang lama dan masih muncul NPF itu akan menggerogoti bank syariah itu sendiri," katanya, Rabu (18/11/2020).
Berdasarkan data OJK, rasio NPF bank umum syariah dan unit usaha syariah per Agustus 2020 mencapai 3,3 persen (gross) dan 1,78 persen (nett).
Menurutnya, jika bank syariah hasil merger tidak dikelola dengan baik, bisa berujung pada NPF tinggi. Hal itu pun membuat merger yang dilakukan menjadi suatu hal yang percuma,
"Jadi, merger ini harus diikuti dengan perbaikan dari sisi sumber daya manusia secara signifikan," sebutnnya.