Bisnis.com, JAKARTA - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyampaikan sejumlah temuan dari hasil pemeriksaan yang dilakukan terhadap bank-bank pelat merah. Dari tiga bank BUMN, yakni PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk., PT Bank Mandiri (Persero) Tbk., dan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk., ada sedikitnya 47 temuan dari hasil pemeriksaan BPK tahun 2018-2019.
BRI menyampaikan jumlah temuan BPK di perseroan mencapai 27, atau yang terbanyak dibandingkan dengan peernya, disusul oleh Bank Mandiri sebanyak 11 temuan dan BNI 4 temuan.
Hal tersebut terungkap dalam rapat dengar pendapat dengan Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) Dewan Perwakilan Rakyat, Senin (23/11/2020). Bagaimana tindak lanjut penanganan yang dilakukan bank-bank BUMN atas temuan BPK tersebut?
Hampir semua bank BUMN mengklaim penerapan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance/GCG) masih berjalan baik dengan agresifnya tindak lanjut dari temuan dan rekomendasi dari BPK.
Berdasarkan bahan paparan BRI, perseroan memaparkan bahwa selama 2018 - 2019 BPK menyampaikan 2 laporan hasil pemeriksaan (LHP). Pada 2018, LHP fokus pada kredit segmen korporasi dengan 20 temuan dan 48 rekomendasi. Adapun, 30 rekomendasi telah selesai sedangkan sisanya masuk dalam pantauan.
Kemudian, pada 2019, LHP fokus pada pembiayaan perdagangan tresuri, dan dana pihak ketiga dengan 7 temuan dan 12 rekomendasi. Semua rekomendasi ini pun telah selesai.
"70% rekomendasi telah dinyatakan selesai," sebut perseroan dalam paparan yang diterima Bisnis, Senin (23/11/2020).
Perseroan memaparkan beberapa temuan yang masih dalam pantauan adalah analisa kredit, yang mana BPK menyebutkan data yang digunakan belum menggunakan data up to date.
Terhadap temuan ini, perseroan menyampaikan telah menindaklanjutinya dengan memperbaiki analisa dan cash flow berdasarkan data terakhir. Selanjutnya Bank BRI pun melakukan upaya penyelesaian kredit melalui lelang agunan dan penawaran kepada investor.
Telah disepakati pula penyelesaian kredit secara bertahap atas kewajiban kredit debitur. Adapun, initial payment telah terlaksana sebesar US$25.000 dan pembayaran sesuai term and condition sebesar Rp27 miliar.
Di samping itu, BPK juga menemukan covenant dalam perjanjian kredit belum selesai sesuai dengan keputusan dengan putusan kredit. Terkait hal ini, BRI melakukan revisi klausul Perjanjian Kredit (PK addendum VI No.90 tgl 29 Juni 2016) dan PK addendum V No. 28 tgl. 29 November 2018).
Selain itu, BPK pun menemukan pencairan telah terlaksana dalam kondisi terdapat syarat yang belum terpenuhi. BRI mengklaim saat ini syarat tersebut telah dipenuhi dan obyek pembiayaan telah ada. Perseroan juga menyepakati penyelesaian kredit secara bertahap atas kewajiban debitur (Perjanjian Penyelesaian Kredit addendum No.9 tgl.23 April 2020). Debitur telah membayarkan angsuran Rp31,5 miliar.
Adapun, Bank Mandiri mengklaim telah menerapkan tata kelola perusahaan yang baik dan melakukan perbaikan Produk Mandiri Distributor Financing.
Dalam dokumen paparannya, menyatakan telah melakukan pertemuan dan komunikasi dengan debitur. "Kedua debitur saat ini sedang berusaha menjual asetnya untuk melunasi kewajiban di Bank. Keduanya merupakan debitur write off," papar perseroan.
Khusus untuk debitur di bidang perdagangan elektronik dan komunikasi, Bank Mandiri menyebutkan masih belum bisa menyelesaikan kewajibannya tetapi tetap berkomitmen untuk melakukan angsuran sebesar Rp10jt/bulan sejak Agustus 2020.
Adapun, BPK menemukan dua temua pengelolaan fasilitas kredit yang tidak menerapkan prinsip kehati-hatian di Bank Mandiri. Pertama, fasilitas kredit kepada satu debitur di bidang usaha handphone melalui pembiayaan distributor financing dengan baki debet per 29 November 2019 senilai Rp764,07 juta.
Kedua, fasilitas kredit kepada satu debitur di bidang perdagangan elektronik dan komunikasi melalui pembiaayan distributor financing dengan baki debet per 29 November 2019 senilai Rp1,56 miliar.
BPK pun merekomendasikan Bank Mandiri untuk mengevaluasi penyaluran distributor financing dan manual product distributor financing terkait dengan penentuan risk acceptance criteria, dan analisa pemberian kredit. Selain itu, bank juga diminta memerintahkan pengelola kredit pada Bussines Banking/Small Medium Credit Recovery dan credit operation untuk melakukan upaya penyelesaian atau penagihan secara maksimal untuk meminimalkan kerugian bagi Bank Mandiri.
Selanjutnya, Bank BNI menyatakan perseroan telah menindaklanjuti sejumlah temuan BPK termasuk mengenai kredit usaha rakyat tahun 2019.
Dokumen paparannya, BNI menyampaikan telah melakukan penyempurnaan aplikasi eLO produktif berupa validasi NIK debitur yang terintegrasi dengan server Dukcapil. Ini menindaklanjuti temuan BPK soal adanya data debitur KUR BNI dalam sistem informasi kredit program tercatat memiliki nomor identitas tidak sesuai ketentuan.
Terkait temuan adanya penyaluran KUR yang terindikasi melebihi akumulasi plafon dan jangka waktu, sebagai tindak lanjutnya sedang dilakukan pengembangan sistem berupa requirenment stopper untuk memastikan fasilitas debitur tidak melebihi akumulasi plafon KUR dan sesuai dengan jangka waktu kredit yang telah ditentukan.
"Terhadap kredit yang melebihi akumulasi plafon/jangka waktu, sebagian telah dilakukan konversi ke kredit komersial," sebut perseroan.
BNI pun memastikan syarat penerima KUR harus sesuai dengan data kependudukannya yang terverifikasi melalui NIK. Dalam hal pengawasan, perseroan secara terus menerus melakukan peningkatan kompetensi petugas.
Temuan BPK lainnya yakni pembayaran imbal jasa penjaminan (IJP) BNI kepada perusahaan penjaminan sebesar Rp10,20 miliar tidak sesuai perjanjian kerja sama. Atas temuan tersebut, BNI menyampaikan pembayaran IJP kepada perusahaan penjaminan dilakukan secara tahunan dan dibayar di muka, berdasarkan sistem host to host antara BNI dengan perusahaan penjaminan.
BNI juga dalam proses melakukan rekonsiliasi dengan perusahaan penjaminan atas pembayaran IJP BNI sebesar Rp10,2 miliar dan diperhitungkan dengan data yang belum terverifikasi. Perseroan juga melakukan koordinasi dengan perusahaan penjaminan untuk melakukan pengembangan sistem pembayaran IJP yang terintegrasi secara online.
Baca Juga : Temuan BPK dan Pekerjaan Rumah Bank Muamalat |
---|
Sementara itu, soal temuan pemberian KUR Cluster sawit Desa Senyiur sebesar Rp42,65 miliar pada BNI Cabang Samarinda tidak sesuai ketentuan, BNI telah menindaklanjuti dengan melakukan rekonsiliasi dengan Kemenkop atas penerimaan subsidi bunga dan berkoordinasi untuk melakukan pengembangan. Serta tetap melakukan upaya penyelesaian dengan pendudukan kembali skema pembiayaan dengan koordinator.
"Terhadap personalia terkait telah dikenakan sanksi sesuai ketentuan. Secara kontinyu melakukan improvement terhadap kompetensi petugas," papar perseroan.
Perseroan menyampaikan kebijakan skema penyaluran KUR pola cluster harus dilengkapi dengan penyediaan collection agent dan offtaker, serta melibatkan unit risiko kredit. Perseroan juga memperkuat proses kredit melalui credit disipline program yang melibatkan unit risiko kredit.
BPK juga menemukan adanya pengajuan subsidi bunga KUR oleh BNI yang tidak sesuai ketentuan serta pengajuan klaim debitur UKM dalam kualitas aset diragukan (kol 4) serta pengelolaan recoveries atas hak subrogasi oleh BNI belum optimal.
Terkait subsidi bunga, BNI tengah melakukan penyempurnaan sistem dalam pengiriman data akad transaksi ke SIKP, serta sedang dilakukan penelitian terkait perhitungan yang tidak sesuai ketentuan serta melakukan pengembalian dana atas kelebihan bayar kepada Kemenkop.
"Terkait pengajuan klaim, telah dilakukan rekonsiliasi klaim dengan asuradur secara berkala minimal 1 kali dalam 3 bulan. Telah dikembangkan sistem pengelolaan recoveries atas hak subrogasi secara online dan implementasi pelaksanaannya akan ditingkatkan," tulis dalam paparan.