Bisnis.com, JAKARTA -- Kemampuan literasi keuangan penting untuk diperhatikan tak terkecuali bagi kalangan milenial. Bukan hanya melek soal finansial, tetapi juga bisa mengelola keuangan dengan baik seperti berinvestasi.
Terlebih, di masa pandemi Covid-19 ini ketika pengelolaan keuangan menjadi begitu penting. Tidak hanya agar tetap bisa bertahan hidup, tetapi juga menyiapkan diri menghadapi krisis perekonomian yang mungkin berpotensi lebih buruk terjadi di masa mendatang.
Kepala Departemen Literasi dan Inklusi Keuangan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Kristianti Puji Rahayu mengatakan literasi keuangan di kalangan milenial saat ini masih terbilang rendah.
Berdasarkan riset dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), kalangan milenial usia 18-25 tahun hanya memiliki tingkat literasi sebesar 32,1 persen, sedangkan usia 25-35 tahun memiliki tingkat literasi sebesar 33,5 persen.
Hasil survei literasi keuangan OJK tahun 2019, hanya 6 persen masyarakat yang memiliki dana pensiun, selebihnya menggantungkan kepada ahli waris.
"Kalau lihat hasil survey ini, gapnya masih tinggi," ujar Kristianti dalam webinar daring Katadata dan Citibank bertajuk Edukasi Literasi Finansial untuk Generasi Muda “Lindungi Keuangan, Masa Depan Aman”, Rabu (2/12/2020).
Baca Juga
Padahal saat ini jumlah milenial mencapai sebesar 24 persen dari total penduduk Indonesia atau setara dengan 64 juta, tetapi masih banyak milenial yang rentan secara finansial. Hal itu ditunjukkan dengan minimnya persiapan dan kemampuan pengelolaan keuangan.
Di antaranya, hanya 10,7 persen dari pendapatan yang ditabung oleh milenial. Kemudian, hanya 35,1 persen milenial yang memiliki rumah sendiri, sedangkan, 51,1 persen pendapatan milenial habis untuk kebutuhan bulanan.
Felicia Putri Tjiasaka yang merupakan Investment Storyteller da Influencer tidak menyangkal kondisi itu. Menurutnya, rendahnya literasi keuangan para milenial tidak lepas dari belum optimalnya edukasi yang selama ini ada.
“Karena dari kecil, di keluarga atau di sekolah agak tabu ngomongin soal uang, investasi. Malah pas sekolah, orang tua itu ketika ditanya penghasilan berapa itu malah bad mood. Ya karena memang nggak dibiasain,” ujarnya.
Lebih lanjut Felicia menambahkan bahwa untuk mengelola investasi keuangan seseorang harus memiliki pondasi yang kuat yaitu adanya dana darurat dan asuransi. “Investasi juga harus fair, kalau siap untung tinggi juga harus siap kalau turun drastis,” tuturnya.
Sementara itu, Wealth Advisory Head, Citibank N.A. Indonesia, Emilya Soesanto menyebutkan bahwa setidaknya ada empat kategori investasi yang bisa jadi pilihan yaitu saham, obligasi, emas, dan deposito. Jika dilihat dari imbal hasil (return) selama 10 tahun terakhir ini, maka secara rata-rata return per aset investasi meliputi IHSG sebesar 9,76 persen, obligasi 8,17 persen, emas 6,7 persen dan deposito 6,31 persen.
"Prosesnya memang grade by grade. Investasi apa yang tepat untuk memulai, untuk milenial ini, dasarnya ada 2 obligasi dan reksadana," ujar praktisi keuangan yang telah berpengalaman selama 15 tahun tersebut.