Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Penurunan Suku Bunga BI Berisiko, Ini Alasannya

Penurunan suku bunga acuan lebih lanjut akan terlalu berisiko dan berpotensi mengganggu stabilitas finansial, serta tidak terlalu berdampak terhadap percepatan pemulihan ekonomi.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo memberikan keterangan melalui streaming di Jakarta, Selasa (14/4/2020). Dok. Bank Indonesia
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo memberikan keterangan melalui streaming di Jakarta, Selasa (14/4/2020). Dok. Bank Indonesia

Bisnis.com, JAKARTA - Bank Indonesia (BI) akan mengumumkan hasil Rapat Dewan Gubernur atau RDG pada siang ini, Kamis (17/12/2020).

Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM FEB UI Teuku Riefky mengatakan dalam RDG pada Desember ini, BI perlu menahan suku bunga acuan pada level 3,75 persen.

Menurutnya, kebijakan tersebut diperlukan karena penurunan suku bunga acuan lebih lanjut akan terlalu berisiko dan berpotensi mengganggu stabilitas finansial, serta tidak terlalu berdampak terhadap percepatan pemulihan ekonomi.

"Meskipun penurunan suku bunga kebijakan diperlukan untuk mempercepat pemulihan, kami masih menganggap sekarang terlalu dini untuk menurunkan kembali suku bunga acuan," katanya, Rabu (17/12/2020).

Dia menjelaskan, meskipun perkembangan terkini menunjukkan prospek pemulihan yang lebih baik dalam waktu dekat, namun suku bunga kebijakan sebagai instrumen untuk memacu aktivitas ekonomi perlu dilakukan pada waktu yang tepat untuk mencapai manfaat yang optimal.

Berdasarkan indikator terkini, nilai tukar rupiah relatif terkendali di tengah kondisi pandemi yang masih berkepanjangan dan masih menghadapi ketidakpastian yang tinggi.

Rupiah mengalami apresiasi yang signifikan dari sekitar Rp14.600 menjadi Rp14.000 per dolar Amerika Serikat pada November 2020 karena derasnya arus modal masuk, rupiah pun relatif terkendali di sekitar Rp14.100 pada minggu kedua Desember 2020.

Namun, masih belum ada tanda-tanda perbaikan pada permintaan agregat dalam jangka pendek, tercermin dari kenaikan inflasi pada November 2020 dikarenakan oleh kenaikan harga akibat kurangnya pasokan bahan pangan selama musim hujan.

Pemulihan ekonomi secara keseluruhan pun dinilai masih belum pasti, ke depan bergantung pada kondisi masalah kesehatan dan efektivitas vaksin.

Riefky menambahkan, prospek sektor keuangan dan sektor riil ke depan juga sangat bergantung pada situasi pandemi yang sedang berlangsung.

Jika pemerintah dapat melaksanakan implementasi dan pendistribusian vaksin secara efektif, maka pemulihan ekonomi akan segera terjadi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Maria Elena
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper