Bisnis.com, JAKARTA - Total potensi zakat di Indonesia pada 2020 tercatat sebesar Rp233,84 triliun dengan porsi terbesar pada zakat penghasilan, yaitu senilai Rp139,07 triliun.
Dalam realisasinya, total jumlah penghimpunan nasional pada 2019 masih berada di angka Rp10.166,12 triliun (Baznas: 2019).
Sementara, potensi senilai Rp233,84 triliun tersebut meliputi Zakat Perusahaan sebesar Rp6,71 triliun, Zakat Penghasilan sebesar Rp139,07 triliun, Zakat Pertanian sebesar Rp19,79 triliun, Zakat Peternakan sebesar Rp9,51 triliun, dan Zakat Uang Rp58,76 triliun. Persentase sumber zakat paling besar masih didominasi oleh zakat penghasilan.
Berdasarkan laporan realisasi penghimpunan zakat oleh Lazismu Nasional yang terdata pada 2019 hingga pertengahan tahun 2020, sebesar Rp239,003 miliar. Dapat dikatakan realisasi penghimpunan belum optimal.
Dari total potensi zakat nasional 2020 sebesar Rp233,84 triliun itu, baru Rp8 triliun atau 3,5 persen yang terkumpul. Hal ini menandakan bahwa terjadi kesenjangan antara potensi zakat dan pendapatan riilnya.
Ketua PP Muhammadiyah Haedar Nashir mengatakan bahwa kesenjangan seperti ini kerap terjadi bukan hanya dalam zakat dan shadaqah, tetapi dalam banyak aspek.
“Bahkan dalam perilaku sehari-hari dalam beragama juga terjadi. Kadang lisan baik tidak terwujud dalam hal nyata,” katanya, dalam keterangan tertulis, Senin (1/3/2021).
Dalam kajian webinar bertema Public Expose Hasil Survei Indeks Literasi Zakat Warga Muhammadiyah dan Strategi Edukasi Zakat di Persyarikatan, Sabtu, Haedar menjelaskan bahwa umat Islam sebagai penduduk mayoritas di Indonesia secara keseluruhan, belum mampu menunjukkan kesejalanan antara kuantitas dan kualitas.
Mengapa terjadi gap yang cukup besar antara potensi dan realisasinya? Berdasarkan penelitian Bank Indonesia tahun 2018, selain faktor internal, eksternal dan sistem pengelolaan zakat, salah satu faktor penyebab belum optimalnya penghimpunan zakat di Indonesia, yaitu rendahnya pemahaman atau literasi masyarakat mengenai zakat itu sendiri (Ascarya: 2018).
“Dalam bidang muamalah, misalnya, kuantitas umat Islam tak selalu berbanding lurus dengan kualitas. Umat Islam saat itu seperti piramida terbalik. Artinya, secara ekonomi masih dalam kelas menengah ke bawah. Ketika bicara 100 orang kaya, yang kaya itu, dari kaum muslim tak lebih dari 10 orang. Kalau bicara 100 orang miskin, Inshaa Allah, yang 90 orang itu orang Islam. Mengapa begitu? Karena ketika mengumpulkan dana tidak bisa dan belum bisa mencerminkan jumlah kuantitas umat Islam,” jelas Haedar, mengutip ucapan mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Kondisi itu, menurutnya, menjadi salah satu faktor utama akan masih lemahnya ekosistem. Ketika ekonomi lemah, katanya, akan berdampak pada aspek politik dan sebagainya. Oleh karena itu, kajian mengenai kontribusi aspek kognitif (pengetahuan) dalam keputusan berzakat masyarakat menjadi relevan untuk digali lebih dalam.
Dalam kesempatan sama, Ketua Lazismu Pusat Hilman Latief mengungkapkan bahwa peran Lazismu sangat strategis dan dapat mengembangkan proyeksi ZIS ke depan.
“Walau masih ada kendala penghimpunan dana zakat di masyarakat, namun literasi zakat warga Muhammadiyah terbilang tinggi dan cukup. Bahkan di beberapa tempat tinggi. Tinggal menyelesaikan PR-PR lain, seperti ada gap yang harus diselesaikan,” ujarnya.
Lazismu Pimpinan Pusat Muhammadiyah melakukan pengukuran tingkat pemahaman zakat warga Muhammadiyah kepada 2.199 responden di 34 provinsi yang tersebar secara proporsional berdasarkan database keanggotaan Muhammadiyah di seluruh Indonesia.
Pengambilan data dilakukan menggunakan survei indeks yang dikembangkan oleh Puskas Baznas (2019). Setelah melewati expert review Dewan Syariah Lazismu Pusat, survei kemudian disebarkan pada 16 September - 20 November 2020.
Berdasarkan hasil pengukuran, nilai rata-rata Indeks Literasi Zakat Warga Muhammadiyah berada pada tingkat literasi menengah atau moderate dengan nilai 76,58, lebih tinggi dari nilai Indeks Literasi Zakat Nasional, yaitu 66,78.
Adapun nilai rata-rata pengetahuan dasar zakat sebesar 78,88 dan nilai rata-rata pengetahuan lanjutan zakat sebesar 72,33. Data ini bisa menjadi literacy map untuk penyusunan program edukasi zakat di lingkungan persyarikatan.
Pada Sabtu (27/2/2021) Lazismu menggelar Public Expose atau publikasi hasil survei dan webinar strategi edukasi zakat.
Acara ini dihadiri bersama Ketua PP Muhammadiyah Haedar Nashir, Ketua Lazismu Pusat Hilman Latief, Direktur Puskas Baznas Moh. Hasbi Zaenal, Pimpinan Pusat 'Aisyiyah, Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Majelis Tabligh PP Muhammadiyah, Majelis Diktilitbang PP Muhammadiyah, dan Lazismu Jawa Tengah.
Public expose ini bertujuan untuk menyosialisasikan Hasil Survei Indeks Literasi Zakat Warga Muhammadiyah yang telah dijalankan Lazismu Pusat kepada para Amil Lazismu Nasional, Majelis Lembaga dan Ortom (MLO) PP Muhammadiyah, Warga Muhammadiyah secara umum dan awak media.
Sekaligus mendiskusikan arah kebijakan strategis pendidikan zakat di Persyarikatan yang bisa dijalankan secara sinergis bersama Majelis Lembaga dan Ortom (MLO) PP Muhammadiyah.
Dalam kesempatan yang sama, Lazismu juga sedang mengadakan survei berkaitan dengan dampak Covid-19 terhadap berbagai aspek ekonomi di tengah masyarakat. Masyarakat diminta turut berpartisipasi dalam Survei Dampak Sosial Ekonomi Covid-19 Terhadap Perilaku Berzakat dan Berderma Masyarakat. Anda dapat berpartisipasi dalam survei tersebut melalui link https://www.surveymonkey.com/r/DAMPAKCOVID2.*