Bisnis.com, JAKARTA - Bank Indonesia (BI) diminta untuk memperhatikan kesiapan infrastruktur pendukung terkait dengan rencana penerbitan mata uang digital atau yang disebut dengan Central Bank Digital currency (CBDC).
Senior Partner UMBRA Putu Raditya Nugraha berpendapat penggunaan mata uang digital di Indonesia masih memiliki tantangan, baik dari sisi literasi maupun infrastruktur pendukungnya.
“Contoh, di Indonesia kita masih ada keterbatasan listrik, banyak bencana alam, waktu ada gempa otomatis mesin ATM [anjungan tunai mandiri] tidak bisa digunakan, berarti semua orang yang memiliki tabungan tidak bisa menarik tabungannya,” katanya dalam webinar (12/4/2021).
Di samping itu, Putu mengatakan tidak semua penduduk Indonesia juga memiliki alat yang mendukung untuk penggunaan mata uang digital, misalnya gawai.
“Bagaimana menghadapi itu, siap tidak kita hidup dengan teknologi di saat listrik masih mati dan gadget belum semua orang punya,” jelasnya.
Sebagaimana diketahui, saat ini ada dua bank sentral yang cukup agresif dalam mendorong penerbitan CBDC, di antaranya bank sentral di Swedia dan China.
Baca Juga
CBDC merupakan sebuah representasi digital dari uang yang menjadi simbol kedaulatan negara atau sovereign currency yang diterbitkan oleh bank sentral dan menjadi bagian dari kewajiban moneternya.
BI pun beberapa saat lalu menyatakan masih terus melihat urgensi dan kebutuhan masyarakat terkait dengan penerbitan mata uang digital.
BI akan melihat apakah masyarakat membutuhkan uang digital berupa mata uang kripto, atau hanya cukup uang digital yang saat ini sudah sangat marak digunakan.
"Kalau urgensinya belum ada, kami masih akan melihat dulu dari negara lain. Kami memang banyak bekerja sama dengan Bank sentral negara lain. Namun, urgensi penerbitannya belum sebesar itu," kata Kepala Departemen Komunikasi BI, beberapa saat lalu.