Bisnis.com, JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menekankan bahwa perlindungan konsumen dalam industri asuransi masih perlu ditingkatkan, menilik masih banyaknya pengaduan dari masyarakat.
Anggota Dewan Komisioner Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK Tirta Segara menjelaskan bahwa pihaknya selaku regulator terus berupaya mencari titik keseimbangan agar industri asuransi tumbuh secara berkelanjutan.
Tujuannya, melindungi konsumen dan investor sehingga pertumbuhan industri sejalan dengan perlindungan konsumen, tanpa terjadi moral hazard atau kehilangan trust dari pasar.
Pasalnya, terlalu memberikan kenyamanan buat konsumen akan menimbulkan moral hazard. Sebaliknya, mendorong pertumbuhan industri tanpa adanya perlindungan konsumen akan menyebabkan kehilangan kepercayaan
"Terkait hal ini, ada tiga unsur penting yang harus berkerja sama, yaitu dari sisi lembaga, perusahaan, dan konsumen itu sendiri," ungkapnya dalam diskusi virtual bersama Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI), Kamis (24/6/2021).
Dari sisi pelaku jasa keuangan industri asuransi, secara umum perusahaan asuransi komersial mampu menunjukkan kinerja cukup baik per April 2021, dengan nilai aset masih tumbuh 9,8 persen (year-on-year/yoy) menjadi ke kisaran Rp760 triliun, dan pendapatan premi tumbuh 16,6 persen (yoy) ke sekitar Rp101 triliun.
Baca Juga
"Tapi di balik pertumbuhan ini, timbul pemberitaan negatif, terutama terkait asuransi gagal bayar dan kerugian konsumen asuransi unit link. Ini yang harus kita perbaiki bersama," ungkapnya.
Tirta mengungkap buktinya, sampai 20 Juni 2021 terdapat lebih 2.600 pengaduan tentang perasuransian yang disampaikan ke OJK, dengan 40 persen di antaranya terkait pencairan klaim.
Di lapangan sendiri, OJK menemukan masih adanya oknum industri asuransi yang belum memenuhi unsur transparansi, fairness atau erlakuan yang adil, keandalan produk, kerahasiaan dan keamanan data, dan penanganan pengaduan.
Beberapa jenis kasusnya, antara lain terkait iklan di mana selama 2021 terdapat 46 persen iklan asuransi yang tampil ke masyarakat masih melanggar ketentuan, adanya oknum agen asuransi yang tidak memberikan penjelasan secara lengkap dan benar soal risiko, serta miskonsepsi penolakan klaim atas kondisi medis yang telah dialami nasabah sebelum mengikuti asuransi.
"Padahal kita sepakat jasa keuangan itu industri kepercayaan yang ditopang pilar perlindungan konsumen. Oleh karena itu, ekosistem yang memadai harus kita jaga terus agar kepercayaan tetap terjaga," tambah Tirta.
Dari sisi kelembagaan, OJK sendiri berupaya mengatasi beberapa temuan ini lewat pengawasan market conduct, di samping prudential atau kesehatan perusahaan. Selain itu, dengan menerbitkan beberapa regulasi baru.
Tirta mengungkap OJK terus mengawasi setiap aktivitas pelaku industri asuransi, mulai dari peluncuran produk, purna jual, sampai penanganan pengaduan, karena LJK yang sehat menurut indikator prudential, belum tentu ideal dalam memenuhi indikator market conduct.
Adapun, lembaga lain yang ikut menunjang kinerja OJK, di antaranya konsultan, pengadilan, Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa (LAPS). Di mana sejak Januari sampai Juni 2021, sengketa terkait industri asuransi telah mencapai 13 persen dari 461 kasus lembaga jasa keuangan.
"Tapi memang salah satu hal yang masih jadi pekerjaan rumah kita dari sisi kelembagaan, yaitu belum terbentuknya Lembaga Penjamin Polis. OJK akan ikut mendorong pembentukan lembaga ini," ujarnya.
Tirta berharap dengan adanya Lembaga Penjamin Polis, harapannya ke depan kepercayaan masyarakat terhadap industri perasuransian meningkat, sehingga mampu ikut mendorong minat menggunakan jasa asuransi.
Selebihnya, OJK masih berharap sisi konsumen itu sendiri mau untuk ikut berkembang meningkatkan pengetahuan. Pasalnya, survei menunjukkan hanya 19,4 persen masyarakat yang memiliki tingkat pemahaman baik soal asuransi, jauh lebih rendah dibandingkan LJK lain seperti perbankan atau lembaga pembiayaan.
Mengatasi hal ini, OJK berupaya mendorong literasi masyarakat lewat mewajibkan perusahaan asuransi menggelar program literasi minimal setahun sekali.
Selain itu, OJK berharap mulainya tren produk asuransi mikro yang sesuai dengan tingkat literasi dan kemampuan bayar premi buat nasabah sektor UMKM, misalnya asuransi tani, ternak sapi, atau asuransi untuk nelayan.