Bisnis.com, JAKARTA — Pengembangan kualitas usaha menengah, kecil, dan mikro atau UMKM dinilai tidak cukup melalui pembiayaan, melainkan perlu disertai pendampingan. Terdapat tahapan pembiayaan yang perlu dilalui dalam pemberdayaan UMKM.
Direktur Bisnis UMKM PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. Muhammad Iqbal menjelaskan bahwa berdasarkan data Kemenkop UKM, saat ini terdapat 64,3 juta UMKM. Dari jumlah itu, 98,7 persen di antaranya ada di skala mikro, 1,2 persen skala kecil, 0,09 persen skala menengah, dan hanya 0,01 persen yang berskala besar.
BNI mengidentifikasi setidaknya terdapat empat permasalahan utama pengembangan UMKM, sehingga masih banyak yang berada di skala mikro. Menurut Iqbal, masalah pertama adalah akses terhadap modal usaha.
Hal tersebut berkaitan dengan masalah kedua, yakni akses layanan keuangan dan tradisional. Menurut Iqbal, untuk mengatasi masalah itu, pemerintah meningkatkan alokasi plafond kredit usaha rakyat (KUR) untuk UMKM, dari Rp198 triliun pada 2020 menjadi Rp285 triliun pada 2021.
"Hal itu pun sejalan dengan amanat pemerintah agar bank meningkatkan target pembiayaan ke UMKM 30 persen pada 2024. Saat ini rata-rata sebesar 20 persen," ujar Iqbal dalam webinar Business Matching Digitalisasi Pembiayaan untuk UMKM, Sabtu (18/9/2021).
Masalah ketiga adalah akses UMKM terhadap informasi dan teknologi. Lalu, masalah keempat adalah akses pasar, yang membuat produk UMKM belum dapat menjangkau konsumen lebih luas.
Baca Juga
Iqbal menjelaskan bahwa penyaluran pembiayaan tidak cukup menjadi solusi dari berbagai masalah itu. Untuk meningkatkan kapasitas UMKM, bank dan lembaga keuangan perlu memberikan pendampingan dalam pengembangannya.
Menurutnya, BNI menetapkan tiga fase pemberdayaan UMKM dengan model pembiayaan yang berbeda-beda. Fase pertama yakni fase inisiasi yang menyasar UMKM unfeasible dan unbankable melalui pendanaan UMK.
"Dalam tahapan ini fokusnya adalah peningkatan kapabilitas produksi UMKM. Pendanaan UMK tujuannya untuk meningkatkan kemampuan UMK agar menjadi tangguh dan memberikan multiplier effect bagi masyarakat," ujar Iqbal.
Kedua adalah fase akselerasi, yakni menyasar UMKM yang feasible tapi masih unbankable. Dalam tahapan ini, BNI menyalurkan pembiayaan berbentuk KUR, disertai pendampingan agar pelaku usaha mendigitaisasi proses bisnisnya sehingga lebih efisien.
"UMKM pun didorong aksesnya ke pasar online, yang sudah siap naik kelas dapat mengakses pasar lebih luas dan mendiversifikasi produknya," ujarnya.
Ketiga, fase peningkatan skala yakni maju ke pasar internasional dengan menyentuh pasar ekspor. Menurut Iqbal, dalam fase ini pihaknya menyasar UMKM yang telah berkembang atau yang telah feasible juga bankable.
"Penyaluran kredit komersial bagi UMKM ini, sehingga dapat terus mengembangkan pasarnya, termasuk melalui ekspor," ujar Iqbal.