Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Hadapi Tapering The Fed, Ekonom Proyeksi Kebijakan Moneter BI Tetap Longgar

Bank Indonesia (BI) akan tetap mempertahankan kebijakan moneter yang akomodatif dan longgar dalam rangka mendukung pemulihan ekonomi nasional.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo memberikan keterangan melalui streaming di Jakarta, Rabu (18/8/2020), Dok. Bank Indonesia
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo memberikan keterangan melalui streaming di Jakarta, Rabu (18/8/2020), Dok. Bank Indonesia

Bisnis.com, JAKARTA - Ekonom memperkirakan Bank Indonesia (BI) akan tetap mempertahankan kebijakan moneter yang akomodatif dan longgar dalam rangka mendukung pemulihan ekonomi nasional.

Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah memperkirakan kebijakan BI tersebut akan ditempuh sejalan dengan perkiraan kebijakan penarikan stimulus moneter atau tapering oleh the Fed, bank sentral di Amerika Serikat, yang belum akan dilakukan dalam waktu dekat.

Dia memperkirakan, paling cepat tapering the Fed baru akan dilakukan pada semester II/2022. “Jadi masih cukup lama. Oleh karena Itu, saya memperkirakan BI tidak akan terburu-terburu merespons tapering off the Fed,” katanya kepada Bisnis, Senin (20/9/2021).

Piter memperkirakan, dampak dari tapering the Fed di masa pandemi akan berbeda dengan tahun 2013. Menurutnya, tidak akan terjadi taper tantrum pada tahun ini dan tahun depan.

BI juga dalam beberapa kesempatan menyatakan keyakinan yang sama. Tidak perlu ada kekhawatiran akan tapering off the Fed,” jelasnya.

Dengan demikian, Piter mengatakan fokus BI saat ini adalah mendukung perekonomian domestik yang mulai pulih seiring dengan meredanya pandemi Covid-19.

“Saya perkirakan BI masih akan melanjutkan kebijakan moneter longgar untuk membantu pemulihan ekonomi nasional, [sejalan dengan] inflasi yang masih terjaga, nilai tukar rupiah juga relatif stabil,” jelasnya.

Piter menambahkan, sektor ketahanan eksternal Indonesia saat ini cukup kuat jika dibandingkan dengan periode taper tantrum pada 2013. Misalnya, cadangan devisa Indonesia saat ini tercatat mencapai US$144,8 miliar, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan posisi cadangan devisa pada 2013.

Di samping itu, pada masa pandemi, quantitative easing dilakukan oleh banyak negara, sementara pada 2013 hanya beberapa negara. “Tahun Itu likuiditas mengalir dari Amerika Serikat ke negara berkembang, sementara pada tahun 2020 justru sudah terjadi aliran keluar dari negara berkembang. Potensi terjadinya pembalikan aliran modal tahun ini lebih kecil”.

Dia pun memperkirakan BI akan tetap mempertahankan suku bunga acuan atau BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) pada level 3,5 persen pada Rapat Dewan Gubernur 20-21 September 2021.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Maria Elena
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper