Bisnis.com, JAKARTA - Bank Indonesia (BI) diperkirakan akan mempertahankan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) pada level 3,5 persen hingga akhir tahun ini.
VP Economist PT Bank Permata Tbk. Josua Pardede memperkirakan, BI baru akan mulai mempertimbangkan kenaikan suku bunga acuan paling cepat di akhir 2022. Hal ini pun sangat bergantung pada tren inflasi domestik.
Dari sisi eksternal, Josua memperkirakan dampak dari kebijakan penarikan stimulus moneter atau tapering oleh the Fed, bank sentral di Amerika Serikat (AS) tidak akan sebesar tapering pada 2013.
Dia menjelaskan, tapering the Fed pada 2013 memberikan tekanan pada nilai tukar Rupiah dan pasar surat berharga negara (SBN), terutama pada saat setelah pengumuman tapering, serta periode akhir tapering, hingga periode kenaikan suku bunga pertama.
Sementara, di masa pandemi ini, khususnya dalam 2 bulan terakhir, the Fed telah memberi sinyal akan mulai melakukan tapering pada akhir 2021.
“Reaksi pelaku pasar keuangan pun cenderung tidak berlebihan karena kebijakan tapering belum tentu akan dilanjutkan dengan kenaikan suku bunga Fed, seperti yang terjadi pada 2013 ketika taper tantrum,” katanya kepada Bisnis, Senin (20/9/2021).
Baca Juga
Sementara dari sisi domestik, Josua mengatakan tingkat inflasi mulai mengalami peningkatan secara gradual sejalan dengan kembali meningkatnya daya beli masyarakat.
Namun, tingkat inflasi hingga saat ini pun masih di bawah target BI pada kisaran 2 hingga 4 persen.
“Dengan kondisi global dan domestik tersebut, BI berpotensi mempertahankan suku bunga acuan hingga akhir tahun ini,” jelasnya.
Josua pun memperkirakan BI baru akan melakukan tapering kebijakan quantitative easing-nya pada tahun depan, untuk merespon dan mengimbangi langkah kebijakan tapering the Fed.
Dia menambahkan, dengan kondisi fundamental ekonomi Indonesia yang resilient dan stabil, ditopang oleh cadangan devisa yang solid, serta langkah stabilisasi BI melalui triple intervention di pasar spot valas, pasar DNDF dan pasar SBN, maka diperkirakan iklim investasi baik, di portfolio investment maupun investasi asing langsung (FDI), akan tetap terjaga.
Kondisi ini menurutnya akan dapat mendukung stabilitas nilai tukar rupiah dan pasar keuangan domestik di tengah proses normalisasi kebijakan moneter AS.