Bisnis.com, JAKARTA – Digitalisasi di industri perbankan diharapkan mampu mendorong penyaluran kredit pada dunia usaha, khususnya usaha mikro, kecil, dan menengah. Kemudahan teknologi dinilai mampu menembus sekat yang selama ini melintangi mereka.
Direktur Digital dan Teknologi Informasi Bank BRI Indra Utoyo menyatakan industri perbankan Tanah Air diproyeksikan mengalami transformasi di tiga kategori dalam waktu dekat, yakni bank syariah, bank hibrida, dan bank digital.
Menurutnya, industri perbankan saat ini telah mampu beradaptasi dengan membangun berbagai strategi guna memasuki era digitalisasi. Pandemi Covid-19 juga menuntut perbankan lebih berinovasi dalam memberikan solusi pembiayaan pada UMKM.
“Digitalisasi ini diharapkan juga dapat menggapai UMKM yang unbankable atau yang belum terjamah oleh bank, sehingga memiliki akses pendanaan,” ujarnya, Selasa (27/10/2021).
Indra melanjutkan bahwa kolaborasi antarpemangku kepentingan juga menjadi kunci faktor kunci. Keterlibatan pemerintah, bank, dan pelaku teknologi finansial (fintech) diharapkan mampu membumikan keuangan digital secara inklusif.
“Bank tidak bisa melakukan digitalisasi sendirian, sehingga bank berkolaborasi dengan penyedia layanan telekomunikasi, regulator, hingga tekfin,” ujarnya.
Baca Juga
Menurut Indra, tekfin memiliki peran penting dalam menyediakan akses layanan keuangan yang efisien dan praktis. Hal ini didorong oleh penggunaan internet dan transaksi pembayaran melalui tekfin yang meningkat signifikan.
Otoritas Jasa Keuangan mencatat industri peer-to-peer (P2P) lending menjadi komponen industri keuangan non bank atau IKNB yang tumbuh secara eksponensial sampai dengan kuartal III/2021. Tekfin P2P lending pada September 2021 mencatatkan outstanding pembiayaan Rp27,48 triliun atau tumbuh sebesar 116,2 persen secara tahunan (yoy).
Ketua Umum Kadin Indonesia Arsjad Rasjid menuturkan bahwa tekfin dapat menjadi solusi bagi pembiayaan UMKM karena mudahnya persyaratan dan tidak memerlukan agunan.
“Proses pendaftaran yang rumit juga bisa dihindari dengan teknologi, platform online digital yang memungkinkan proses administrasi yang dilakukan sebelumnya secara daring dan lebih efisien,” ujar Arsjad.
Arsjad menilai tekfin hadir sebagai solusi pembiayaan karena seperempat atau 25 persen dari pelaku UMKM mengeluhkan sulitnya memenuhi syarat agunan pinjaman perbankan dan rumitnya proses pendaftaran. Hal ini berdasarkan temuan perusahan konsultan Dayaqarsa.
Dia menambahkan, kesulitan tersebut akhirnya bermuara negatif pada pengembangan bisnis skala kecil. Data Dayaqarsa yang sejalan dengan temuan OJK juga mengungkapkan kesenjangan keuangan di Indonesia masih sangat lebar.
Kesenjangan itu tercatat mencapai US$165 miliar pada tahun lalu. Kondisi tersebut terjadi karena sebagian besar atau sekitar 70 persen UMKM belum mendapatkan pembiayaan.
Direktur Keuangan Bank Jawa Timur (Jatim) Ferdian Timur Satyagraha mengatakan masyarakat saat ini menyukai proses cepat di berbagai lini kehidupan, termasuk dalam transaksi perbankan.
Menurut Ferdian, pandemi Covid-19 telah mengubah pandangan masyarakat, sekaligus menuntut perubahan kehidupan. Berkurangnya interaksi langsung telah membuat teknologi menjadi kebutuhan masyarakat dalam berkomunikasi dan bertransaksi.
OJK telah menyatakan komitmennya dalam mendukung pemulihan serta mendorong pertumbuhan UMKM melalui berbagai kebijakan di sektor keuangan.
Wujud komitmen tersebut terlihat dalam kebijakan pencegahan yang dirilis oleh OJK, yakni restrukturisasi kredit dan pembiayaan agar UMKM dapat bertahan. Ini tertuang dalam POJK 11 dan POJK 48 tahun 2020.
Kebijakan itu telah membantu 5,3 juta debitur UMKM dengan nominal kredit Rp332 triliun di awal pandemi, dan telah turun menjadi 3,58 juta debitur dengan nominal Rp285 triliun per Juli 2021.
Selain itu, OJK juga memiliki program guna mendorong pengembangan UMKM dalam satu ekosistem digital, yang mengintegrasikan proses dari hulu ke hilir. Salah satunya adalah pembentukan skema kredit usaha rakyat (KUR) klaster pertanian.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso menyatakan pengembangan sektor pertanian masih memerlukan dukungan dari berbagai pihak, tidak hanya terkait pembiayaan, tetapi juga mengenai pendampingan, pengelolaan, dan pemasaran.
“Untuk itu, OJK bersama dengan pemerintah daerah setempat, industri keuangan dan juga stakeholder lainnya mendukung dan terus memperluas akses keuangan melalui pengembangan penyaluran KUR berbasis klaster di berbagai daerah di Indonesia,” ujarnya.
Di sisi lain, kata Wimboh, pembentukan klaster usaha pertanian, perkebunan, dan peternakan menjadi langkah besar dalam mendorong penyaluran KUR ke sektor produktif, sebab pemerintah telah mengalokasikan KUR sebesar Rp253 triliun sepanjang tahun ini. Per 6 September, penyalurannya mencapai Rp176,92 triliun atau 69,93 persen dari target.