Bisnis.com, JAKARTA – Kesiapan infrastruktur pembiayaan digital perbankan dinilai dapat memacu kinerja penyaluran kredit pada tahun 2022, yang diprediksi tumbuh hingga 7 persen.
Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Amin Nurdin memproyeksikan pertumbuhan kredit perbankan pada tahun depan di angka 7 persen. Menurutnya, perbaikan kondisi saat ini belum akan langsung mendongkrak pertumbuhan kredit.
“Selain itu, permintaan kredit dari debitur masih akan bertahan dan pelan-pelan naik seiring dengan perbaikan ekonomi akibat mobilitas penduduk dan peningkatan konsumsi masyarakat secara bertahap,” ujarnya kepada Bisnis, Senin (29/11/2021).
Amin mengatakan ada beberapa hal yang dapat memengaruhi pertumbuhan kredit perbankan pada tahun depan. Di antaranya bank mulai yakin untuk kembali menyalurkan kredit dan menawarkan sesuatu yang spesial bagi nasabah dan calon debitur.
Kondisi pandemi yang mereda, lanjutnya, akan sejalan dengan meningkatnya mobilitas penduduk serta transaksi dan konsumsi. Dengan demikian, peningkatan ekonomi akan jauh lebih baik pada tahun depan.
“Selain itu, kesiapan infrastruktur pembiayaan secara digital untuk beberapa bank besar dan juga SDM [sumber daya manusia] sehingga mampu memacu rasa percaya diri untuk melakukan ekspansi kredit pada 2022,” tutur Amin.
Di sisi lain, Bank Indonesia (BI) pada pekan lalu memproyeksikan kredit pada tahun depan naik pada kisaran 6 sampai 8 persen. Perkembangan tersebut akan didukung oleh stabilitas sistem keuangan yang tetap terjaga.
Sementara itu, kinerja fungsi intermediasi perbankan juga akan didorong oleh rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) perbankan yang tetap tinggi, serta likuiditas melimpah.
“Dengan stabilitas sistem keuangan yang terjaga, kecukupan modal tinggi, dan likuiditas melimpah, DPK dan kredit akan tumbuh masing-masing 7-9 persen dan 6-8 persen pada 2022,” ujar Gubernur BI Perry Warjiyo.
Pada September 2021, BI mencatat CAR perbankan tetap tinggi sebesar 25,18 persen dan rasio kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) tetap terjaga, sebesar 3,22 persen (bruto) dan 1,04 persen (neto).
Permintaan kredit, menurutnya, akan membaik sejalan dengan meningkatnya aktivitas dunia usaha dan konsumsi, sejalan dengan aktivitas masyarakat yang meningkat.
Dari sisi penawaran, standar penyaluran kredit oleh perbankan melonggar seiring dengan menurunnya persepsi risiko. Perry mengatakan bahwa, pemulihan ekonomi pada 2022 masih membutuhkan prasyarat utama, yaitu percepatan vaksinasi dan pembukaan sektor-sektor usaha.
Dia menilai sembilan sektor usaha siap menarik kredit perbankan, di antaranya sektor perkebunan, kimia-farmasi, hortikultura, tanaman pangan, pengolahan tembakau, makanan dan minuman, kayu dan furnitur, kertas, serta pertambangan bijih logam.
Adapun sektor-sektor lain dinilai masih perlu didukung oleh insentif pajak, penjaminan kredit, subsidi bunga, pelonggaran keb makroprudensial dari BI, dan perpanjangan kebijakan restrukturisasi kredit dari Otoritas Jasa Keuangan.