Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Intan Baruprana (IBFN) Masih Fokus Berburu Investor Strategis Baru Tahun Depan

Falam mencari investor baru yang akan masuk menjadi pemegang saham perseroan tentunya tidak akan terlepas dari kepentingan pemegang saham utama, yakni PT Intraco Penta Tbk.
PT Intan Baruprana Finance Tbk/Istimewa
PT Intan Baruprana Finance Tbk/Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA -- Perusahaan pembiayaan PT Intan Baruprana Finance Tbk. (IBFN) berupaya untuk mengundang investor strategis baru untuk menanamkan modalnya di perseroan. Hal ini menjadi strategi perseroan pada 2022 guna memenuhi rasio-rasio terkait permodalan yang saat ini masih di bawah ketentuan regulator.

Direktur Utama IBFN, Carolina Dina Rusdiana mengungkapkan, upaya tersebut akan dilakukan, baik melalui aksi korporasi Penambahan Modal Tanpa Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (PMTHMETD) atau private placement maupun dengan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) atau rights issue.

"Dana yang diperoleh dari investor akan digunakan untuk memberikan fasilitas pembiayaan baru kepada calon debitur yang bekerja pada sektor-sektor industri potensial, seperti yang disebutkan tadi [tambang, infrastruktur, perkebunan, kurir atau logisitik]," ujar Dina dalam public expose, Jumat (17/12/2021).

Direktur IBFN, Alexander Reyza menambahkan bahwa dalam mencari investor baru yang akan masuk menjadi pemegang saham perseroan tentunya tidak akan terlepas dari kepentingan pemegang saham utama, yakni PT Intraco Penta Tbk.

"Dalam mencari investor sebagai partner baru, tentunya harus ada keselerasan kepentingan dengan pemegang saham utama mengingat akan terjadi perubahan komposisi IBFN apabila investor baru itu bergabung," imbuhnya.

Sampai dengan kuartal III/2021, IBFN masih mencatatkan ekuitas negatif sebesar Rp398,68 miliar. Alexander menuturkan bahwa menurunnya ekuitas perseroan tersebut akibat dari akumulasi kerugian yang dialami perseroan sepanjang 2021.

Per 30 September 2021, perseroan membukukan rugi bersih tahun berjalan sebesar Rp76,37 miliar. Meski demikian, posisi rugi ini membaik dibandingkan rugi yang dicatatkan perseroan sepanjang 2020, yakni sebesar Rp598,09 miliar.

"Perseroan belum mendapatkan pendanaan baru untuk modal kerja sehingga tidak dapat memberikan pembiayaan baru kepada calon debitur," tutur Alexander.

Selain itu, Alexander menyebutkan, rasio permodalan perseroan masih dalam kondisi negatif, yakni sebesar -154 persen. Demikian pula, rasio modal sendiri-modal disetor (MSMD) yang tercatat sebesar -56,15 persen dan gearing ratio sebesar -2,52 kali.

Pada tahun ini pun perseroan mendapatkan surat peringatan ketiga dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait belum terpenuhinya nilai minimal atas rasio-rasio permodalan tersebut.

"Maka sepanjang 2021, perseroan fokus untuk melakukan upaya pemenuhan rasio-rasio permodalan tersebut dan upayannya adalah dengan mencoba mencari investor baru untuk perbaikan struktur permodalan perseroan," kata Alexander.

Sementara itu, dengan penerapan standar akuntansi PSAK 71 di akhir 2020 dan 2021 ini, perseroan berhasil memperbaiki rasio non-performing financing (NPF) atau kredit macet di bawah 5 persen sesuai ketentuan OJK. Per September 2021, NPF nett perseroan tercatat di level 4,10 persen.

Dari sisi total aset, perseroan mencatatkan penurunan 10,5 persen dari Rp876,4 miliar per Desember 2020 menjadi Rp784,3 miliar per September 2021. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper