Bisnis.com, JAKARTA - Indonesia Fintech Society (IFSoc) memproyeksikan tren akuisisi bank kecil untuk dijadikan bank digital akan semakin masif pada tahun ini, seiring dengan terbukanya peluang baik dari sisi pasar maupun regulasi.
Anggota Steering Committee IFSoc, Rudiantara menilai tren akuisisi bank kecil bakal berlanjut karena didorong oleh sejumlah faktor. Salah satunya bertalian dengan tingkat inklusi keuangan di Indonesia.
Data Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI) 2019 dan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2020 menunjukkan sebanyak 59,7 persen populasi tidak memiliki rekening perbankan.
"Jadi, masih banyak sebetulnya pasar yang bisa digarap oleh bank digital. Itu sebabnya tidak hanya perusahaan teknologi saja yang berlomba-lomba masuk ke sana [bank digital], tetapi juga bank konvensional," ujarnya kepada Bisnis, Rabu (5/1/2022).
Rudiantara menambahkan faktor lain yang mendorong tren tersebut adalah kehadiran regulasi dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang membuka peluang bagi sejumlah pihak untuk membentuk bank digital.
Hal tersebut mengacu pada POJK No.12/2021 tentang Bank Umum, yang menyebutkan salah satu syarat untuk mendirikan bank baru di Indonesia harus memiliki modal sebesar Rp10 triliun.
Baca Juga
Tren akuisisi bank kecil untuk ditransformasikan menjadi bank digital sudah dilakukan oleh sejumlah pihak, baik perbankan konvensional maupun perusahaan teknologi. Ada BCA yang mengakuisisi Bank Royal menjadi BCA Digital, lalu SEA dengan Bank BKE menjadi Bank Seabank.
Selanjutnya, ada Emtek yang akhir 2021 mengakuisisi Bank Fama, Kredivo masuk ke Bank Bisnis Internasional, WeLab dengan Bank Jasa Jakarta, dan Ajaib yang mengambil alih Bank Bumi Arta dan Primasia Sekuritas.
"Tren ini sekali lagi saya akan sampaikan masih tetap akan berjalan tahun depan karena ada beberapa juga yang mereka sudah menandatangani semacam conditional share purchase agreement [CSPA],” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Steering Committee IFSoc. Mirza Adityaswara menyatakan seperti entitas bisnis yang lain, bank digital pada akhirnya harus menguntungkan. Oleh sebab itu, bank digital perlu masuk ke dalam ekosistem agar mampu mendulang hasil.
"Supaya profitable maka bank digital harus punya nasabah yang bisa memberikan revenue bunga dan fee. Maka dari itu [bank digital] harus punya ekosistem. Ini tidak mudah," kata Mirza.