Bisnis.com, JAKARTA – PT Bank Jago Tbk. (ARTO) kini menghuni posisi kelima sebagai emiten dengan kapitalisasi pasar atau market cap terbesar di Bursa Efek Indonesia.
Capaian tersebut membuat bank digital, yang 21,40 persen sahamnya digenggam oleh Gojek ini, bersanding dengan emiten bank besar lainnya, seperti PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA), PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI), dan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI).
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia, Senin (17/1/2022), kapitalisasi pasar ARTO tercatat mencapai Rp256 triliun dengan pangsa pasar sebesar 3,1 persen. Raihan ini membuat Bank Jago bertengger di peringkat kelima top market cap.
Capaian itu juga membuat ARTO sedikit lagi menyalip nilai kapitalisasi pasar dari BMRI, yang berada di peringkat keempat dengan perolehan Rp333 triliun.
Sementara itu, BBCA kokoh di peringkat pertama top market cap dengan raihan Rp946 triliun, disusul BBRI yang berada di posisi kedua lewat raihan kapitalisasi pasar Rp632 triliun. Adapun peringkat ketiga dihuni PT Telkom Indonesia Tbk. (TLKM) dengan market cap Rp414 triliun.
Rapor saham ARTO juga ciamik sepanjang 2021. BEI melaporkan harga saham naik 348,7 persen tahun lalu dan menempati posisi teratas sebagai leader penggerak IHSG.
Baca Juga
Pada akhir perdagangan hari ini, Selasa (18/1/2022), kapitalisasi pasar Bank Jago mencapai Rp261,54 triliun.
Pergerakan saham Bank Jago sejalan dengan kinerja keuangan perseroan yang menunjukkan perbaikan setidaknya hingga kuartal III/2021. Perseroan akhirnya mampu mencetak laba bersih per akhir September 2021 setelah tercatat membukukan rugi bersih dalam 6 tahun terakhir.
Penyaluran kredit yang tumbuh signifikan menjadi kunci kisah turn around keuangan Bank Jago pada kuartal III/2021. Direktur Utama Bank Jago Kharim Siregar sebelumnya mengungkapkan penyaluran kredit mencapai Rp3,73 triliun hingga akhir September 2021. Pencapaian itu tumbuh 502 persen dibandingkan dengan periode kuartal III/2020.
Pertumbuhan kredit Bank Jago terutama terjadi pada kuartal III/2021. Laporan manajemen menyebut terjadi kenaikan Rp1,56 triliun dari posisi kuartal II/2021. Pertumbuhan kredit itu berdampak pada pendapatan bunga yang meningkat 478 persen menjadi Rp355 miliar.
Sementara itu, beban bunga juga naik 104 persen menjadi Rp38 miliar. Hal itu menghasilkan pendapatan bunga bersih senilai Rp318 miliar atau tumbuh 640 persen. Sementara itu, laba bersih yang dibukukan sebesar Rp14 miliar.
Bank Jago mencatat net interest margin (NIM) 6,1 persen, lebih tinggi dari periode yang sama 2020 sebesar 4,4 persen. Kemampuan menahan beban bunga tak lepas dari upaya ARTO memperbesar porsi dana murah.
Hingga akhir September 2021, total dana pihak ketiga (DPK) mencapai Rp2,54 triliun, tumbuh 564 persen. Dari jumlah itu, dana murah atau current account savings account (CASA) sebesar Rp985 miliar atau 38,72 persen, dari total DPK. Porsi CASA itu meningkat dibandingkan dengan kuartal III/2020 sebanyak 22,74 persen.
Kharim menjelaskan pertumbuhan kredit cukup terasa memasuki kuartal III/2021. Menurutnya, persentase kenaikan terlihat tinggi karena kami berangkat dari baseline yang rendah.
“Tapi kami melihat kemajuan bisnis yang konsisten dari waktu ke waktu. Kami akan menjaga momentum ini dengan terus memperluas kolaborasi dan integrasi dengan ekosistem digital,” ujarnya melalui keterangan resmi, baru-baru ini.