Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

BI Pastikan Likuiditas Perbankan Berlimpah hingga Akhir 2022

BI memperkirakan rasio AL/DPK akhir tahun ini mencapai 30 persen. Rasio tersebut diproyeksikan turun dari besaran saat ini yaitu 35 persen.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo memberikan keterangan melalui streaming di Jakarta, Rabu (18/8/2020), Dok. Bank Indonesia
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo memberikan keterangan melalui streaming di Jakarta, Rabu (18/8/2020), Dok. Bank Indonesia

Bisnis.com, JAKARTA - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo memperkirakan posisi Rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) masih akan besar hingga akhir tahun, kendati adanya tahapan normalisasi likuiditas mulai Maret ini.

Pada konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), Rabu (2/2/2022), Perry mengungkapkan rasio AL/DPK akhir tahun ini mencapai 30 persen. Rasio tersebut diproyeksikan turun dari besaran saat ini yaitu 35 persen.

"Alat likuid [terhadap DPK] akan turun. Tapi dari 35 persen ke 30 persen. Alat likuid akhir tahun kita perkirakan menjadi 30 persen, dan itu masih juga lebih tinggi dari posisi tertinggi sebelum Covid-19," tutur Perry, dikutip dari YouTube Kementerian Keuangan (Kemenkeu) RI, Rabu (2/2/2022).

Perry menyebut likuditas di perbankan sangat besar saat pandemi Covid-19. Pada saat sebelum pandemi, rasio AL/DPK terbesar hanya mencapai 21 persen.

"Jadi tolong dibandingkan dengan sebelum Covid-19. Jadi ini sebagai indikator bahwa likuiditas perbankan sangat melimpah," jelasnya.

Adapun, penurunan rasio AL/DPK tahun ini diakui akan disebabkan oleh normalisasi likuiditas melalui kenaikan Giro Wajib Minimum (GMW), yang akan dilakukan secara bertahap.

Perry menyampaikan bahwa kenaikan GWM direncakan dilakukan secara bertahap untuk bank umum konvensional (BUK), bank umum syariah (BUS), dan unit usaha syariah (UUS).

Perry menyampaikan bahwa kenaikan GWM akan dilakukan mulai 1 Maret 2022 sebesar 150 bps. Lalu, kenaikan GWM dilanjutkan sebesar 100 bps pada 1 Juni 2022, dan 50 bps pada 1 September 2022.

Hal tersebut, tegas Perry, tidak lantas akan memengaruhi penyaluran kredit perbankan terhadap sektor usaha maupun pembelian SBN untuk pembiayaan APBN.

"Dengan kenaikan GWM ini, likuiditas perbankan masih berlebih, sehingga perbankan masih mampu untuk menyalurkan kredit dan masih bisa membeli SBN untuk pembiayaan APBN," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dany Saputra
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper