Bisnis.com, JAKARTA - Rancangan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (RPOJK) mengenai kegiatan penyertaan modal oleh bank umum kepada perusahaan di bidang keuangan teknologi, dinilai berisiko mengganggu keberadaan modal ventura besutan bank.
Jika regulasi tersebut disahkan, beberapa perbankan dinilai tidak memerlukan lagi modal ventura.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan seandainya regulasi baru OJK di bidang penanaman modal bank ke fintech selesai dibahas, maka akan menjadi lampu hijau bagi perusahaan bank untuk berinvestasi.
Dia memperkirakan makin banyak perbankan, khususnya BUKU 3 dan 4 yang akan ekspansi ke fintech peer to peer (P2P lending), tanpa harus membangun modal ventura terlebih dahulu.
Menurutnya, modal ventura dibentuk untuk menjembatani bank dengan fintech karena bank tidak boleh membeli saham fintech secara langsung. Jika aturan OJK direlaksasi maka modal ventura menjadi kurang relevan dengan perbankan.
“Kecuali modal ventura untuk penyaluran modal ke startup non-keuangan, seperti ke e-commerce atau ride-hailing apps,” kata Bhima, Minggu (13/3).
Baca Juga
Dia menilai perbankan memerlukan fintech untuk beberapa tujuan utama. Pertama, kanal menyalurkan pinjaman ke segmen yang berada di luar kapabilitas bank yakni segmen mikro dan ultra mikro. Jenis pinjaman di bawah Rp50 juta misalnya akan diserahkan kepada fintech. Bank lebih melayani nasabah korporasi dan penghimpunan dana simpanan.
Kedua, adopsi teknologi fintech untuk diintegrasikan dalam credit scoring perbankan, khususnya bank digital. Hal itu akan menjadi kolaborasi dan sharing expertise antar bank dan fintech.
Ketiga, untuk data analisis yakni memperkirakan tingkat risiko penyaluran pinjaman dengan basis data perbankan.
“Jika Fintech menjadi anak usaha bank, ada berbagai akses informasi yang bisa dimanfaatkan khususnya untuk keperluan pemasaran dan credit scoring,” kata Bhima.
Sekadar informasi, sebelum peraturan OJK disusun, beberapa bank besar telah memiliki modal ventura. Bank Mandiri memiliki perusahaan modal ventura yang bernama Mandiri Capital Indonesia (MCI) dan BRI memiliki modal ventura yang bernama BRI Ventures.
Mandiri Capital Indonesia didirikan pada 2016 dan telah berinvestasi ke 15 perusahaan teknologi. Lebih dari sepertiga perusahaan rintisan yang tergabung dalam portofolio MCI merupakan perusahaan yang bergerak di bidang layanan keuangan berbasis teknologi, antara lain Investree, Cashlezz, Amartha, LinkAja, dan lain sebagainya. Selain itu, MCI juga telah berinvestasi di dua perusahaan unikorn yaitu GoTo dan Bukalapak.
Sementara itu, BRI Ventures telah berinvestasi ke 17 perusahaan rintisan. Dari jumlah tersebut, sebanyak 7 perusahaan bergerak di bidang fintech antara lain, Awan Tunai, Payfazz, Nium, Investree, Modalku, LinkAja, dan Xendit. Xendit, Nium dan Bukalapak adalah tiga unikorn yang tergabung dalam portofolio BRI Ventures.