Bisnis.com, JAKARTA – Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Wimboh Santoso meminta perbankan agar segera melakukan percepatan pembentukan cadangan. Pasalnya, dengan perbaikan perekonomian Indonesia, terlihat hasil restrukturisasi kredit sudah mulai membaik.
Berdasarkan data OJK, Wimboh menyampaikan jumlah total yang direstrukturisasi kredit sudah turun 3,8 persen menjadi 22,49 persen dibanding Desember 2021. Adapun secara bulanan, sudah turun -2,51 persen secara month-to-month (mtm).
“Kita tetap meminta kepada perbankan untuk percepatan pembentukan cadangan. Karena, ke depan itu tantangannya tidak mudah, adanya perang antara Rusia dan Ukraina, normalisasi kebijakan negara maju moneter, dan juga adanya hyperinflation global,” kata Wimboh dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), Rabu (13/4/2022).
Wimboh mengungkapkan situasi tersebut akan berimbas ke perekonomian Tanah Air. Untuk itu, OJK meminta agar perbankan untuk segera mempercepat pembentukan cadangan, sehingga Indonesia mempunyai buffer yang cukup apabila terjebak dalam kondisi yang tidak diharapkan.
“Kami yakin perbankan mempunyai bantalan yang cukup untuk membuat cadangan yang lebih besar, paling tidak akan kita monitor sampai dengan akhir tahun ini. Ini dilakukan setiap bulan untuk pencadangan,” sambungnya.
Di samping itu, OJK juga mendorong dunia usaha agar bisa pulih lebih cepat, sejalan dengan berbagai agenda global terkait perubahan iklim. Untuk saat ini, OJK hanya memberikan ruang dan insentif yang terbatas pada industri kendaraan berbahan bakar baterai, namun akan diperluas menjadi hulu ke hilir.
Baca Juga
OJK juga tetap mendorong UMKM lebih gencar lagi dengan berbagai program Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia (Gernas BBI) dan mendorong program untuk belanja produk dalam negeri dengan membawa ekosistem uang dalam digital.
“Ini dapat memberikan ruang yang leluasa untuk UMKM bisa bangkit lebih tinggi lagi dan juga bisa memberikan kontribusi mengurangi beban penurunan aktivitas ekonomi karena dari berbagai kondisi global,” ujarnya.
Selain itu, OJK juga mempercepat BPR/BPRS untuk masuk ke dalam platform digital. Dengan demikian, apabila BPR/BPRS masuk ke dalam platform digital, maka akan memberikan dorongan untuk akses keuangan yang lebih cepat dan murah.
“Karena ini pasti juga bisa salurkan berbagai program PEN yang bersubsidi dan dijamin oleh pemerintah,” terangnya.
Tak ketinggalan, OJK juga terus mempersiapkan ekosistem untuk bursa karbon di Indonesia dan bekerja sama dengan berbagai pemangku kepentingan, seperti Kementerian Keuangan, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), serta Kementerian terkait lainnya, termasuk Bank Indonesia.
“Nanti, wujudnya adalah memberikan mandatnya kepada pasar modal sebagai perusahaan perdagangan karbon di Indonesia. Jadi, ini sedang kita lakukan dan kita proses,” tutupnya.