Simalakama ATM Rp20.000
Meski banyak masyarakat yang mencari ATM dengan pecahan Rp20.000, menurut kalangan praktisi tidak sepenuhnya dapat kembali diterapkan meluas.
Bagaikan peribahasa simalakama, mesin ATM dengan nominal terkecil itu dinilai dapat memenuhi kebutuhan masyarakat, namun disisi lain menjadi beban bagi perbankan.
Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Piter Abdullah mengatakan pemilihan pecahan uang pada ATM didasarkan kepada kebutuhan nasabah. Misal ATM di Pondok Indah, dimana nasabahnya mayoritas penghuni Pondok Indah yang diasumsikan masyarakat kaya, tidak banyak membutuhkan pecahan kecil.
Bank, lanjutnya, akan lebih memilih ATM pecahan terbesar.
"Sebaliknya untuk ATM yang ditempatkan sekitar pasar tradisional yang diasumsikan banyak butuh uang kecil, bank bisa menempatkan ATM pecahan 20.000,” kata Piter, Kamis (5/5).
Dia menilai keberadaan ATM pecahan Rp20.000 masih relevan dan sangat bergantung kebutuhan nasabah. Bank, kata Piter, sangat tahu karakteristik dan kebutuhan nasabahnya.
Baca Juga
“Masing-masing bank punya nasabah yang berbeda,” kata Piter.
Sementara itu, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai keberadaan mesin ATM pecahan Rp20.000 berisiko menjadi beban perbankan. Biaya operasional bank tentu lebih mahal apabila penarikan pecahan terlalu kecil.
Di beberapa tempat seperti perkantoran dan pusat perbelanjaan modern, kata Bhima, transaksi mulai bergeser ke cashless maka operasional ATM pecahan kecil menjadi cost center bank alias pemborosan yang tidak perlu.
“Relevansi pecahan kecil hanya tepat di wilayah pasar tradisional. Itupun mempertimbangkan wilayah yang jauh dari kantor cabang bank atau koneksi internetnya masih terbatas,” lanjut Bhima.