Bisnis.com, JAKARTA — PT Bank Central Asia Tbk. atau BBCA menyampaikan kredit yang akan disalurkan ke sektor pertambangan akan selalu sejalan dengan peraturan pemerintah.
Dilansir dari Bloomberg, negara barat bersepakat membatalkan komitmen penyetopan pembiayaan proyek bahan bakar fosil, menyusul krisis energi akibat perang Rusia dan Ukraina. Pada akhirnya, para anggota Group of 7 (G7) menyepakati sebuah kompromi untuk membatalkan komitmen penyetopan pembiayaan bahan bakar fosil.
Para pemimpin juga gagal menetapkan tenggat untuk menghentikan penggunaan batu bara yang harganya kini kian memanas karena lonjakan permintaan di banyak negara. Mengenai rencana pembiayaan ke sektor pertambangan setelah perubahan kebijakan di Eropa, BCA akan selalu mengikuti kebijakan yang dikeluarkan pemerintah dalam menyikapi perubahan kebijakan negara-negara di Eropa.
“Kami akan mengikuti peraturan regulator saja untuk menyikapi perubahan kebijakan di Eropa sehingga seiring sejalan dengan arahan pemerintah,” kata Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja kepada Bisnis, Kamis (30/6/2022).
Sementara itu Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abdul Manap Pulungan mengatakan hingga saat ini pemerintah belum memiliki peraturan tegas mengenai penyaluran pembiayaan ke sektor pertambangan.
Otoritas Jasa Keuangan, sebagai regulator perbankan, hanya mengatur mengenai insentif dan disinsentif bagi perbankan yang akan menyalurkan pembiayaan ke ekonomi hijau.
Baca Juga
Di sisi lain, tren pembiayaan ke sektor pertambangan dan penggalian mengalami pertumbuhan yang melandai pada Mei 2022.
Merujuk laporan Bank Indonesia, pertumbuhan kredit investasi di sektor pertambangan melambat dari 67,3 persen yoy pada April 2022, menjadi 57,9 persen yoy pada Mei 2022. Sementara itu pertumbuhan kredit modal kerja melambat dari 42,5 persen yoy, menjadi 38,9 persen yoy pada Mei 2022.
Data BI juga mengungkapkan meski mengalami perlambatan, pertumbuhan kredit ke sektor pertambangan dan penggalian, baik kredit investasi maupun modal kerja, adalah pertumbuhan tertinggi pada Mei 2022 dibandingkan dengan pertumbuhan kredit ke sektor lainnya.
Pengamat Ekonomi Perbankan dari Binus University Doddy Ariefianto menilai tingginya penyaluran kredit perbankan ke sektor pertambangan dan batu bara merupakan hal yang lumrah. Sebab, saat ini dunia sedang menghadapi situasi extraordinary, di mana suplai komoditas tersendat akibat perang Rusia-Ukraina.
Keterbatasan suplai komoditas ini menyebabkan sejumlah negara mengalami krisis energi karena bahan baku minim. Untuk bisa menghidupkan energi dan bertahan, dengan kondisi bahan baku yang terbatas, sejumlah negara memilih bersikap pragmatis dengan kembali ke energi fosil seperti batu bara.
“Pragmatis. Kalau tidak seperti itu bagaimana? mau hidup dalam kegelapan? ini kembali pada situasi extraordinary. Ketika ada jurang di depan, maka cari yang tidak ada jurang,” kata Doddy.