KPR semakin mahal
Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda memandang baik pembiayaan KPR secara konvensional maupun syariah, keduanya dinilai sama bagusnya.
Jika melihat situasi global, Huda menyampaikan kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia akan membuat biaya dana (cost of fund/CoF) dari KPR akan semakin meningkat. Hal ini, lanjutnya, menyebabkan masyarakat sekarang dihadapkan pada suku bunga yang tinggi, dan semakin mahal "biaya" untuk KPR. Artinya, semakin sulit generasi muda memiliki hunian, karena pertumbuhan yang juga relatif rendah.
Pasalnya, BI diprediksi bakal mengerek tingkat suku bunga, seiring dengan arah kebijakan Bank Sentral Amerika Serikat (AS) atau Federal Reserve (The Fed) yang terus menaikkan suku bunga acuan, mengingat masih bergulirnya perang Rusia-Ukraina dan kondisi lainnya yang memicu kenaikan inflasi.
Lebih lanjut, Huda melihat generasi muda saat ini lebih cenderung memilih konsumsi leisure, seperti traveling, dibandingkan konsumsi nonleisure, termasuk perumahan.
“Leisure itu seperti traveling. Kan traveling sekarang susah, jadi uang mereka bisa dijadikan untuk pembelian rumah melalui KPR,” ujar Huda.
Dia memandang pandemi mulai menggeser pola konsumsi masyarakat, karena konsumsi leisure seperti traveling sudah dilakukan pembatasan. Di samping itu, saat ini pekerjaan lebih banyak dilakukan di rumah atau secara work from home (WFH) yang berimbas pada naiknya kebutuhan akan memiliki perumahan.
Baca Juga
“Jika diberikan relaksasi dengan tepat, saya rasa penjualan perumahan untuk generasi milenial akan meningkat, karena kebutuhan rumah untuk WFH serta konsumsi leisure semakin menurun,” ucapnya.
Namun, Huda mewanti-wanti bahwa penjualan perumahan juga bisa menurun, mengingat bank sentral yang akan mengerek suku bunga acuan. “Makanya, kebijakan relaksasi untuk perumahan nampaknya bisa dipertimbangkan kembali.”
Adapun memasuki paruh kedua di tahun 2022, prospek KPR dinilai masih berada di jalur positif. Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), jika dilihat secara tahunan pada Desember 2021, KPR tercatat mengalami pertumbuhan sebesar 9,5 persen secara tahunan (year-on-year/yoy) dari Rp469,6 triliun menjadi Rp544 triliun.
Pertumbuhan tersebut berlanjut hingga Maret 2022, yang tercatat naik 10,55 persen secara tahunan. OJK mencatat KPR secara keseluruhan baik dari sisi konvensional maupun syariah naik dari sebelumnya Rp503,01 triliun menjadi Rp556,08 triliun.