Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

BCA Sebut Perpanjangan Restrukturisasi Diperlukan bagi Sektor Tertentu

BCA melihat ada sejumlah sektor yang masih membutuhkan program restrukturisasi kredit terdampak Covid-19.
Pekerja membersihkan dinding kantor Bank Central Asia (BCA) di Makassar, Sulawesi Selatan, Selasa (16/6/2020). Bisnis/Paulus Tandi Bone
Pekerja membersihkan dinding kantor Bank Central Asia (BCA) di Makassar, Sulawesi Selatan, Selasa (16/6/2020). Bisnis/Paulus Tandi Bone

Bisnis.com, JAKARTA – PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) melihat masih ada sektor-sektor yang masih membutuhkan perpanjangan program restrukturisasi kredit terdampak Covid-19. Sebagaimana diketahui program relaksasi ini berakhir pada Maret 2023.

Executive Vice President Secretariat & Corporate Communication BCA Hera F. Haryn menilai perpanjangan restrukturisasi kredit mungkin masih diperlukan di sektor-sektor tertentu. Hal ini disebabkan pandemi memberikan dampak berbeda di setiap sektor ekonomi.

“Sehingga waktu pemulihan yang dibutuhkan juga bisa berbeda. Tentunya hal ini akan menjadi pertimbangan bagi regulator,” ujarnya kepada Bisnis, Selasa (23/8/2022).  

Terkait hal tersebut, Hera menyatakan emiten bank berkode saham BBCA tersebut tetap memantau sektor-sektor yang terdampak signifikan, antara lain turisme, properti dan konstruksi, serta tekstil. Monitoring perkembangan ini dilakukan hingga Maret 2023.

Sementara itu, BBCA sampai dengan paruh pertama 2022 terus mencatatkan penurunan total kredit yang direstrukturisasi secara bertahap. Pada Juni 2022, restrukturisasi kredit BBCA mencapai Rp72,1 triliun atau sekitar 11 persen dari total kredit.

Jumlah tersebut tercatat mengalami penurunan lebih kurang 17 persen dibandingkan awal 2021 atau ketika periode puncak dari pandemi Covid-19. Hera mengatakan penurunan ini terjadi karena sebagian besar debitur telah back to normal.

BBCA juga mencatatkan kredit berisiko atau loan at risk (LAR), sebesar 12,3 persen dari total kredit pada. Posisi ini turun jika dibandingkan tahun lalu yang mencapai 19,1 persen. Tren penurunan LAR diharapkan terus terjadi seiring membaiknya perputaran ekonomi.

Menurut Hera, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) selama masa pandemi telah memberikan relaksasi kredit yang direstrukturisasi, sehingga mampu menjaga rasio kredit bermasalah atau non-performing loan (NPL) di level yang terkendali.

“Kami mengapresiasi langkah yang diambil OJK selama ini dalam menjaga momentum pemulihan ekonomi secara keseluruhan,” kata Hera.

Selain itu, lanjutnya, BBCA terus memantau kondisi LAR karena memperhitungkan komponen kolektibilitas NPL, dalam perhatian khusus (special mention) dan kredit yang direstrukturisasi. Adapun LAR coverage perseroan berada di level yang cukup yakni 48 persen.

OJK mencatat posisi kredit restrukturisasi Covid-19 pada Juni 2022 mencapai Rp576,17 triliun, atau lebih rendah dari outstanding bulan sebelumnya Rp596,25 triliun. Jumlah debitur restrukturisasi juga turun dari 3,13 juta pada Mei menjadi 2,99 juta debitur per Juni 2022.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dionisio Damara
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper