Bisnis.com, JAKARTA – Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyoroti penurunan suku bunga kredit di sejumlah bank bergerak lamban. Kendati demikian, dia mengapresiasi sejumlah bank yang telah menyesuaikan ke bawah suku bunga pinjaman.
“Sejumlah bank penurunan suku bunga kredit masih lamban, terutama karena net interest margin salah satunya karena operasional cost yang tinggi atau hal-hal yang lain,” kata Perry dalam konferensi pers, Selasa (23/8/2022).
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), net interest margin (NIM) perbankan pada Juni 2022 mencapai 4,69 persen.
Senada, Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti mengakui net interest margin perbankan di Indonesia masih cukup tinggi saat ini. Namun, BI juga mengeluarkan kebijakan bank harus melaporkan suku bunga dasar kredit (SBDK).
“Kami terus pantau setiap saat terkait dengan SBDK perbankan dan trennya terus mengalami penurunan,” ujar Destry.
Bank sentral melihat untuk beberapa bank, terutama bank digital memiliki NIM yang masih relatif lebih tinggi dibandingkan dengan bank konvensional. Namun, Destry menyatakan BI akan terus memantau pergerakan NIM perbankan.
Baca Juga
Di samping itu, Bi juga melihat pertumbuhan kredit sejauh ini juga masih sangat tinggi. Bahkan, kata Destry, BI melihat data terakhir pada Juli ,terpantau penyaluran dana naik lebih dari 10 persen.
Perry mengatakan laju pertumbuhan kredit perbankan dipengaruhi oleh dua hal, yakni sisi penawaran maupun permintaan.
“Penawaran kredit perbankan itu memang salah satunya dipengaruhi oleh suku bunga kredit, tetapi suku bunga bukan satu-satunya faktor,” ucapnya.
Perry menjelaskan terdapat faktor lain dalam hal penawaran kredit, salah satunya adalah kondisi likuiditas. Per Juli 2022, likuiditas perbankan sangat berlebih dengan rasio alat likuid terhadap dana pihak ketiga (AL/DPK) sebesar 27,92 persen.
“Sehingga likuiditas itu sangat berlebih sehingga kemampuan perbankan dalam menyalurkan kredit penawarannya cukup tinggi,” lanjutnya.
Selain itu, faktor dari sisi penawaran yang lain adalah lending standard dan survei BI yang menunjukkan appetite keinginan dari perbankan untuk menyalurkan kredit yang terus meningkat.
Dengan demikian, Perry menyimpulkan faktor lain dari penawaran penawaran kredit perbankan, antara lain suku bunga, likuiditas, risk appetite yang semakin baik, hingga insentif yang diberikan oleh pemerintah, BI, dan OJK.
Kemudian dari sisi permintaan, Perry menyatakan pihaknya memantau kinerja korporasi dan konsumsi ataupun rumah tangga. BI mencatat bahwa sebagian besar korporasi telah jauh membaik dengan penjualan yang tumbuh cukup tinggi, serta rencana peningkatan belanja modal juga terus bertumbuh.
“Masih ada sejumlah sektor yang memang baru akan tumbuh karena sektor-sektor ini sangat dipengaruhi oleh mobilitas, misalnya sektor perhotelan maupun sejumlah sektor transportasi,” ujarnya.
Di sisi lain, ungkap Perry, sektor-sektor seperti ekspor, makanan, minuman, manufaktur, hingga perdagangan terpantau sudah jauh membaik.