Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Waduh, Program Pensiun BPJS Ketenagakerjaan Diramal Bakal Tekor

Lembaga think tank IFG Progress memperkirakan program jaminan pensiun BPJS Ketenagakerjaan akan defisit alias tekor kurang 20 tahun dari sekarang.
Karyawati melayani peserta di salah satu kantor cabang BPJamsostek di Jakarta (24/1/2022). Bisnis/Suselo Jati
Karyawati melayani peserta di salah satu kantor cabang BPJamsostek di Jakarta (24/1/2022). Bisnis/Suselo Jati

Bisnis.com, JAKARTA - Studi lembaga think tank IFG Progress memperkirakan sustainabilitas dana pensiun publik manfaat pasti di Indonesia dapat terancam karena diprediksi akan terjadi defisit dalam kurun waktu kurang dari 20 tahun ke depan. Oleh karena itu, penggunaan skema dana pensiun manfaat pasti memerlukan strategi pengelolaan liabilitas yang kuat.

Program pensiun manfaat pasti (defined benefits) adalah program pensiun yang sudah menetapkan besaran manfaat bagi peserta pensiun. Contohnya memberikan pembayaran secara spesifik dan terjamin selama masa pensiun. Di Indonesia, skema program pensiun manfaat pasti diimplementasikan untuk program Jaminan Pensiun (JP).

Dalam studinya yang dirilis awal pekan ini, IFG Progress memperkirakan jumlah klaim program JP yang dikelola oleh BPJS Ketenagakerjaan misalnya, iuran dari peserta tidak akan memenuhi lagi mulai 2041 dan akan terus melebar secara eksponensial. Hal ini didasarkan pada skenario proyeksi dengan dengan menggunakan angka tingkat pertumbuhan tahunan majemuk (CAGR) tingkat klaim dan kontribusi BPJS pada 2016-2021. Dalam skenario ini, karena tingkat CAGR klaim lebih dari dua kali lipat lebih tinggi dibandingkan tingkat CAGR kontribusi, maka diperkirakan tingkat klaim akan meningkat jauh lebih cepat dibandingkan tingkat kontribusi.

"Hal ini mengimplikasikan bahwa keberlanjutan program JP perlu diberikan perhatian lebih karena adanya defisit yang dapat menambah beban fiskal negara," tulis Head of IFG-Progress Reza Yamora Siregar dalam studi yang berjudul 'Dana Pensiun: Pentingnya Manajemen Liabilitas dalam Skema Manfaat Pasti', dikutip Rabu (24/8/2022).

IFG Progress juga menganalisa dengan skenario proyeksi kedua, yakni dengan membandingkan tingkat CAGR klaim dan tingkat pertumbuhan populasi usia pensiun (populasi berusia 60 tahun ke atas), serta dengan membandingkan tingkat CAGR kontribusi dan tingkat pertumbuhan populasi usia produktif (populasi berusia 20-59 tahun). Dengan perbandingan tersebut, elastisitas tingkat klaim terhadap penduduk usia pensiun dan tingkat kontribusi terhadap penduduk usia produktif bisa didapatkan.

Berdasarkan hasil proyeksi dengan skenario kedua ini, elastisitas klaim terhadap penduduk usia pensiun yang didapat adalah sebesar 7,96 dan elastisitas kontribusi terhadap penduduk usia produktif yang didapat adalah 11,76. Artinya, setiap kenaikan pertumbuhan populasi usia pensiun sebesar 1 persen akan berdampak pada kenaikan pertumbuhan klaim sebesar 7,96 persen. Begitu pula dengan elastisitas kontribusi terhadap penduduk usia produktif sebesar 11.76 berarti setiap kenaikan pertumbuhan populasi usia produktif akan berdampak pada kenaikan pertumbuhan kontribusi sebesar 11,76 persen.

"Dengan elastisitas tersebut, proyeksi pertumbuhan tingkat klaim lebih cepat relatif dibandingkan dengan hasil proyeksi di skenario sebelumnya, begitu juga dengan pertumbuhan tingkat kontribusi yang relatif lebih lambat. Hal ini dapat disebabkan karena

proyeksi struktur penduduk yang pertumbuhan populasi usia pensiunnya lebih cepat dibandingkan pertumbuhan populasi usia produktif. Oleh karena itu, diperkirakan defisit akan mulai terjadi pada tahun 2038 dan melebar secara eksponensial pada tahun-tahun berikutnya, lebih cepat dibandingkan proyeksi skenario pertama," tulis Reza.

Dengan proyeksi yang menunjukkan adanya risiko defisit dalam dana pensiun publik di Indonesia dan dengan berkaca pada kasus defisit yang telah terjadi di negara lain, IFG Progress menilai Indonesia harus mengimplementasikan berbagai usaha mitigatif untuk mencegah terjadinya defisit pada dana pensiun publik dengan skema manfaat pasti.

Menurut lembaga think tank tersebut, pendekatan liability driven investment (LDI) dapat menjadi salah satu opsi mitigasi risiko yang baik untuk diterapkan pada program Jaminan Pensiun di Indonesia. Strategi LDI berfokus pada pengoptimalan kinerja aset yang disesuaikan dengan rencana pembayaran liabilitas. Liabilitas dari program pensiun dikaitkan dengan tiga risiko yaitu suku bunga, inflasi, dan umur panjang (longevity). Pada strategi LDI ini, alokasi aset dibagi menjadi dua bagian, pertama adalah aset yang digunakan untuk mencadangkan liabilitas dan kedua adalah aset yang digunakan untuk mencari imbal hasil aset yang tinggi.

LDI merupakan salah satu pendekatan yang terbukti dapat membantu menyesuaikan kebijakan investasi dengan kebutuhan liabilitas dimasa yang akan datang serta mengoptimalkan imbal hasil investasi sehingga tingkat solvency dan liquidity tetap terjaga, khususnya dalam industri asuransi dan dana pensiun manfaat pasti. Namun, pendekatan ini belum menjadi kewajiban oleh regulator untuk para pelaku usaha dalam industri tersebut.

"Jika Indonesia tidak dapat mengimplementasikan metode-metode untuk mencegah defisit pada dana pensiun publiknya, maka alternatif lain adalah dengan mengalihkan sebagian risiko dari institusi dana pensiun ke penerima manfaat, dengan cara mengubah skema dari manfaat pasti menuju kontribusi pasti," kata Reza.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper