Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Securities Crowdfunding Masih Punya Pekerjaan Rumah Menumpuk

Saat ini hanya sekitar 20 persen dari total pemodal securities crowdfunding yang aktif menjadi investor.
Ilustrasi skema investasi crowdfunding/Freepik.com
Ilustrasi skema investasi crowdfunding/Freepik.com

Bisnis.com, JAKARTA — Pemain industri teknologi finansial atau financial technology atau fintech urun dana (securities crowdfunding/SCF) mengakui pekerjaan rumah terbesar buat para platform berada di ranah edukasi publik, dalam rangka meningkatkan popularitas industri di kalangan masyarakat luas.

Wakil Ketua Asosiasi Layanan Urun Dana Indonesia (ALUDI) Heinrich Vincent menjelaskan fenomena tersebut tercermin dari akumulasi jumlah pengguna yang menjadi investor alias 'pemodal' aktif, dari 11 platform yang saat ini telah resmi mendapatkan izin Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

"Kalau dibandingkan tahun lalu, menurut kami lebih bagus, terbukti dari peningkatan jumlah pemodal yang mendaftar. Tapi memang masih kurang, apalagi kalau berkaca dari bagaimana perkembangan awal-awal fintech P2P lending dulu mulai beroperasi. Kami melihat terutama soal awareness dan pemahaman mereka soal teknisnya bagaimana berinvestasi di sini," ujarnya kepada Bisnis, dikutip Senin (29/8/2022).

Vincent mengungkap bahwa jumlah pemodal terdaftar secara kumulatif pada pertengahan Agustus 2022 telah mencapai lebih dari 618.000 entitas, naik 20 persen sepanjang tahun berjalan (year-to-date/ytd) ketimbang akhir 2021 sebanyak lebih dari 513.000 entitas.

Akan tetapi, baru 123.566 entitas di antaranya yang telah menjadi pemodal aktif. Hal ini menandakan masih banyak pemodal yang baru coba-coba menggunakan platform dan sekadar melihat-lihat, belum berani menanamkan dananya kepada bisnis UMKM yang ditawarkan platform.

"Jadi memang peningkatan awareness masyarakat dan membuat SCF ini menjadi instrumen alternatif investasi yang populer itu masih jadi pekerjaan rumah, tapi juga bukan hanya PR buat setiap platform, tapi juga buat ALUDI, dan bersama-sama dengan OJK. Berikutnya, kami juga mau mencoba menggandeng lembaga keuangan lain untuk bekerja sama," tambahnya.

Pasalnya, Vincent melihat peluang industri SCF bisa berkolaborasi dengan lembaga keuangan lain. Sebab, layanan SCF terbilang lebih cocok untuk UMKM yang baru menggelar proyek anyar, sehingga akses keuangan berikutnya bisa disediakan oleh lembaga keuangan lain.

Sebagai gambaran, misalnya suatu bisnis waralaba membuka cabang baru dengan bantuan penggalangan dana platform SCF. Setelah bisnis berjalan, kebutuhan pinjaman cepat bisa disediakan P2P lending. Kemudian, perbankan pun bisa masuk apabila UMKM bersangkutan sudah butuh akses pinjaman yang lebih besar lagi.

Oleh sebab itu, pria yang juga merupakan bos platform PT Investasi Digital Nusantara atau Bizhare ini melihat sinergi semacam ini akan memberikan dampak positif buat UMKM, sekaligus memberikan potensi cuan jangka panjang untuk setiap lembaga keuangan yang terlibat.

Senada, Chief Operation Officer PT Numex Teknologi Indonesia (LandX) Gunawan Aldy melihat beberapa faktor yang menyebabkan masih kurangnya awareness masyarakat terhadap platform SCF.

"Beberapa di antaranya, karena industri SCF masih baru. Selain itu, sosialisasi tentang SCF pun masih terbilang kurang. Kami melihat masih banyak tipe masyarakat selaku investor yang masih mencari bukti bahwa SCF bisa mereka andalkan sebagai salah satu pilihan alternatif investasi mereka," jelasnya kepada Bisnis.

Oleh sebab itu, menurut Aldy setiap platform SCF, tak terkecuali LandX, harus jemput bola melakukan edukasi kepada masyarakat luas lewat berbagai perhelatan. Terutama demi membuktikan bahwa industri ini aman, dan akhirnya meningkatkan kepercayaan masyarakat, sehingga mereka tertarik berinvestasi secara aktif.

"Maka dari itu, dalam setiap sosialisasi pun LandX senantiasa menekankan bahwa setiap bisnis UMKM penerbit yang ditawarkan platform pasti telah lolos background checking, validasi data dan dokumen, dan penilaian terkait track record keuangan bisnis bersangkutan secara ketat. Ini demi membuat calon investor merasa aman dan nyaman," tambahnya.

Terakhir, Co-Founder sekaligus Chief Technology Officer PT Crowddana Teknologi Indonusa (CrowdDana) Handison Jaya memilih strategi edukasi dengan membawa setiap pemodal aktif berkunjung langsung ke bisnis yang mereka danai.

"Kami pasti mengundang para pemodal untuk datang langsung ke tempat bisnis yang mereka danai, misalnya ketika acara pembukaan, atau bahkan kami buatkan acara kumpul-kumpul untuk merasakan langsung produk-produk dari bisnis penerbit. Para pemodal biasanya merasa bangga, dan akhirnya terjadi promosi dari mulut ke mulut soal pengalaman mereka berinvestasi via platform SCF," jelasnya.

Sekadar informasi, industri tekfin urun dana atau sebelumnya disebut equity crowdfunding (ECF) merupakan industri tekfin paling muda yang telah mendapat aturan resmi dari OJK.

Para pemain tekfin urun dana berperan melayani penerbitan efek UMKM, baik berupa saham atau efek bersifat utang dan/atau sukuk (EBUS), dalam rangka penggalangan dana sebagai modal menggelar ekspansi bisnis atau proyek baru.

UMKM selaku penerbit akan dipertemukan dengan para investor atau pemodal, yang nantinya menerima imbalan dalam bentuk kepemilikan efek. Pemodal mendapat keuntungan dari pembagian dividen atau imbal hasil atas keuntungan usaha penerbit, dalam periode waktu tertentu sesuai perjanjian.

Sejak awal tahun sampai pertengahan Agustus 2022, ALUDI mencatat bahwa 11 platform berizin OJK telah membantu 302 UMKM menerbitkan efek dalam rangka penggalangan modal.

Terbagi 238 penerbitan saham UMKM konvensional, 4 penerbitan saham UMKM berbasis syariah, 3 obligasi UMKM, dan 57 sukuk UMKM. Total penggalangan dana dari penerbitan saham hampir Rp600 miliar, sementara khusus EBUS totalnya hampir Rp100 miliar.

Sebagai perbandingan, capaian tersebut meningkat dari kinerja industri tekfin urun dana sepanjang tahun lalu, di mana para pemain baru membantu menerbitkan saham 193 UMKM senilai Rp412 miliar dengan mempertemukan mereka dengan 93.733 pemodal aktif.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Aziz Rahardyan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper