Bisnis.com, JAKARTA – PT Bank Central Asia Tbk. atau BCA (BBCA) ungkap jurus untuk menangkal terjadinya kenaikan risiko kredit macet secara signifikan, mulai dari pengukuran risiko kredit secara berkala hingga menjaga kecukupan permodalan dan likuiditas.
Sebagaimana diketahui, kenaikan bunga kredit dan rasio kredit macet atau non-performing loan (NPL) berpotensi meningkat seiring dengan langkah Bank Indonesia yang menaikkan suku bunga acuan sebesar 75 basis poin sepanjang tahun ini menjadi 4,25 persen.
Di tengah situasi itu, Executive Vice President Secretariat & Corporate Communication BCA Hera F. Haryn mengatakan bahwa perseroan terus mencermati dan mengukur risiko kredit secara berkala untuk memastikan tidak adanya kenaikan risiko yang signifikan.
"BCA tetap mengutamakan prinsip kehati-hatian dan selaras dengan risk appetite di setiap pengambilan keputusan dalam menyalurkan kredit," ujar Hera kepada Bisnis baru-baru ini.
BBCA juga berkomitmen menjaga pertumbuhan kredit untuk mempercepat pemulihan ekonomi, dan memberikan suku bunga sesuai dengan tingkat risiko. Untuk itu, kenaikan suku bunga acuan diperkirakan tidak akan berdampak signifikan pada kualitas kredit perseroan.
Lebih lanjut, emited berkode saham BBCA itu proyeksikan pengaruh yang ditimbulkan dari kenaikan suku bunga acuan tidak akan signifikan terhadap kualitas portofolio kredit BCA.
Meski demikian, BCA tetap menyiapkan langkah mitigasi. Contohnya, perseroan tetap memantau kualitas portofolio kredit dan berkomunikasi secara aktif dengan debitur serta regulator, dan menerapkan early warning system (EWS).
Tak cuma itu, Hera mengatakan bahwa perseroan juga tetap menjaga kecukupan modal dan likuiditas guna mengantisipasi ketidakpastian ekonomi saat ini dan masa mendatang. Hingga Juni 2022, loan to deposit ratio (LDR) perseroan masih berada di level 63,5 persen.
Dalam setiap aktivitas penyaluran kredit, Hera menuturkan perseroan juga selalu memerhatikan aspek kesesuaian dan kelayakan dalam pemberian kredit. Hal ini terkait dengan prospek usaha hingga kemampuan membayar dari debitur yang akan mendapatkan kucuran pinjaman.
“Dalam menjalankan fungsi intermediasi, BCA tidak spesifik menyasar sektor-sektor industri tertentu sebagai fokus penyaluran kredit karena pada dasarnya setiap sektor usaha maupun daerah selalu ada calon debitur yang memiliki keunggulan tertentu dan prospek yang baik," imbuhnya.
Sampai dengan paruh pertama 2022, BCA dan entitas anak mencatatkan total kredit meningkat 13,8 persen secara tahunan menjadi Rp675,4 triliun. Kenaikan tersebut ditopang oleh kredit korporasi yang naik 19,1 persen year-on-year (yoy) mencapai Rp310,2 triliun
Adapun, kredit komersial dan usaha kecil menengah (UKM) menjadi segmen dengan pertumbuhan tertinggi kedua, yakni naik 10,9 persen yoy mencapai Rp197,5 triliun. Sementara itu, Kredit Pemilikan Rumah tumbuh 8,5 persen yoy menjadi Rp101,6 triliun.