Bisnis.com, JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyampaikan bahwa Indonesia menjadi negara dengan kepemilikan perusahaan rintisan atau startup tertinggi keenam di dunia dengan 2.321 entitas.
Hal itu disampaikan Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar dalam rangkaian acara OJK Virtual Innovation Day 2022 atau OVID 2022 yang diselenggarakan di Jakarta, Senin (10/10/2022).
“Indonesia berada di peringkat keenam, dalam hal jumlah startup. Saat ini, ada 2.321 startup. Ini menunjukkan bahwa Indonesia merupakan negara inovatif, produktif, kreatif, dan memiliki bonus demografi usia muda,” kata Mahendra di Jakarta, Senin (10/10/2022).
Merujuk data Kementerian BUMN 2022, Mahendra mengungkapkan bahwa jumlah startup di Tanah Air terus meningkat 11 persen setiap tahun, dengan beberapa startup telah merambah pasar ASEAN. Selain itu, lanjutnya, startup Indonesia juga terdiversifikasi di berbagai sektor termasuk ritel, logistik, pendidikan, e-commerce, dan keuangan.
Di sisi lain, kata Mahendra, jika dibandingkan dengan layanan keuangan yang sudah ada, inovasi fintech memiliki potensi lebih dalam hal meningkatkan pasar dan meningkatkan layanan untuk kepentingan konsumen. Kendati demikian, Mahendra mengatakan bahwa masih ada celah besar yang perlu diisi regulator yang mencakup kemampuan untuk mengikuti inovasi, mitigasi risiko, regulasi menuju inovasi, keterbatasan personil regulator yang terampil, dan unsur kepercayaan antara fintech dan konsumen.
“OJK terus memantau perkembangan inovasi digital di bidang jasa keuangan, termasuk fintech, dengan membangun pengawasan abad ke-21,” ujarnya.
Baca Juga
Dia menyampaikan bahwa adopsi teknologi baru tidak hanya mengubah model bisnis, melainkan juga cara pengawas melakukan pengawasan mereka, memfasilitasi inovasi peningkatan pasar, dan memastikan integritas pemain dan pasar.
OJK menyadari bahwa rasa aman merupakan hal yang penting dalam membangun ekosistem ekonomi digital, di mana setiap pemain perlu memiliki rasa saling percaya. Menurut Mahendra, fintech perlu menyadari bahwa upaya membangun keamanan siber juga berarti merancang produk atau layanan yang aman yang disesuaikan dengan kebutuhan konsumen.
“Hal ini juga dapat dicapai dengan bekerja sama dengan lembaga jasa keuangan yang ada atau fintech lainnya,” sambungnya.