Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

OJK Sebut Kondisi Likuiditas Perbankan Aman

OJK mencatat bahkan sejumlah bank memiliki likuiditas jauh di atas rata-rata industri.
Layar menampilkan Wakil Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mirza Adityaswara menyampaikan paparan saat acara Bisnis Indonesia Financial Award (BIFA) 2022 di Jakarta, Kamis (13/10/2022). /Bisnis-Fanny Kusumawardhani
Layar menampilkan Wakil Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mirza Adityaswara menyampaikan paparan saat acara Bisnis Indonesia Financial Award (BIFA) 2022 di Jakarta, Kamis (13/10/2022). /Bisnis-Fanny Kusumawardhani

Bisnis.com, JAKARTA — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut likuiditas perbankan Indonesia masih terjaga baik meski diterpa kenaikan suku bunga acuan dan giro wajib minimum (GWM).

Wakil Dewan Komisioner OJK Mirza Adtyaswara mengatakan regulator mengukur likuiditas dengan alat likuid terhadap dana pihak ketiga (AL/DPK). Adapun AL/DPK untuk sektor industri per Agustus disebut mencapai 26,5 persen.

"Kalau kita bagi-bagi per kelompok itu ada beberapa kelompok, maka [ada beberapa] angkanya diatas 30 persen diatas 32 persen. Jadi secara umum angka likuiditas rupiah itu cukup baik," ujar Mirza dalam acara Bisnis Indonesia Financial Award (BIFA) 2022 pada Kamis (13/10/2022).

Lebih lanjut, Mirza mengatakan regulator melihat suku bunga simpanan rupiah masih terjaga baik. Hal ini terlihat dari suku bunga perbankan yang berada di angka 3,8 persen dibandingkan suku bunga acuan dari Bank Indonesia (BI) yang saat ini berada di angka 4,25 persen.

Mirza juga mengingatkan skuku bunga global yang meningkatkan kurs mata uang dolar Ameriak Serikat (AS). Ia meminta sektor keuangan baik perbankan maupun individu mengevaluasi kembali beban yang dimiliki dalam dolar AS.

"Apakah importir? Apakah utang valuasi dalam negeri? Atau valuasi utang luar negeri? Tentu harus menghitung karena kenaikan suku bunga dolar belum berhenti," ujar Mirza.

Mirza mengatakan suku bunga AS yang saat ini berada di kisaran 3 persen sampai 3,25 persen masih berpotensi melaju ke kisaran 4,25 persen sampai 4,5 persen. Ia menyebut hal tersebut harus mulai dipantau lantaran dinilai masih menjadi beban pembayaran dalam dolar AS bagi korporasi.

Sebelumnya diberitakan, The Fed berkomitmen untuk tetap menaikkan suku bunga acuan dalam waktu dekat guna menahan lonjakan inflasi. Namun sebagian pejabat lain menekankan pentingnya kalibrasi laju kenaikan untuk mengurangi risiko.

Dilansir dari Bloomberg pada Kamis (13/10/2022), risalah saat pertemuan FOMC 20-21 September lalu menunjukkan sejumlah pejabat mengatakan pentingnya mengkalibrasi laju pengetatan kebijakan secara berkelanjutan. Hal ini bertujuan untuk mengurangi risiko dampak negatif terhadap prospek perekonomian.

Hasil risalah The Fed pada September 2022 mengumumkan para pejabat bank sentral AS tersebut sepakat untuk meningkatkan suku bunga acuan pinjaman 75 basis poin. Kenaikan ini menjadi yang ketiga kalinya berturut-turut dengan kisaran target mencapai 3 persen sampai 3,25 persen.

Menurut perkiraan bulan lalu, The Fed kemungkinan akan meningkatkan suku bunga hingga 4,4 persen hingga akhir tahun ini. Adapun untuk tahun 2023 suku bunga diperkirakan naik hingga 4,6 persen.

Kenaikan suku bunga acuan diperkirakan memperlambat pertumbuhan ekonomi menjadi 1,2 persen tahun depan. Kenaikan suku bunga juga dapat meningkatkan angka pengangguran menjadi 4,4 persen dari 3,5 persen pada bulan September.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper