Bisnis.com, JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah memberi sinyal akan memperpanjang masa restrukturisasi kredit Covid-19 pada tahun depan. Namun, restrukturisasi kredit itu bersifat targeted.
"Artinya, hanya untuk wilayah, segmen debitur, dan sektor ekonomi tertentu," ujar Direktur Pengaturan Bank Umum Departemen Penelitan dan Pengaturan Perbankan OJK Indah Iramadhini kepada wartawan pada Senin (17/10/2022) di Jakarta.
Menurutnya, restrukturisasi tahun depan masih berkutat pada normalisasi dampak Covid-19. Namun, restrukturisasi berbeda dengan kondisi puncak pandemi Covid-19 yang bersifat across the board.
Restrukturisasi targeted tersebut dilakukan karena OJK menilai masih ada sejumlah sektor yang rentan.
"Jadi restrukturisasi diperlukan. Kami melihat, apakah sektor itu masih bagus atau tidak," ujarnya.
Sebelumnya, Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar juga memperkirakan masih terdapat sektor ekonomi yang membutuhkan perpanjangan restrukturisasi kredit akibat dampak Covid-19 setelah program ini direncanakan berakhir pada Maret 2023 mendatang.
Baca Juga
Dia menyebutkan beberapa sektor yang masih butuh konsentrasi lebih tinggi ini seperti akomodasi serta sektor makanan minuman (mamin). Kedua sektor ini tercatat masih memiliki proporsi kredit restrukturisasi tinggi.
“Ini yang kami terus dalami kajian dan risikonya, sehingga betul-betul yang dibutuhkan dalam konteks ini adalah fokus kepada targeted sector. Jadi, berbeda saat di awal ataupun di puncak dari krisis pandemi, di mana restrukturisasi kredit yang dilakukan berlaku untuk seluruh sektor,” kata Mahendra dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), Senin (1/8/2022).
Di sisi lain, angka kredit restrukturisasi pandemi baik dari segi jumlah nilai maupun jumlah debitur terus mengalami penurunan dalam jumlah yang signifikan. Sama halnya dengan rasio kredit macet atau non-perfoming loan (NPL) dari kredit yang direstrukturisasi, sedangkan rasio CKPN atau cadangan kerugian penurunan nilai yang diperuntukkan bagi restrukturisasi kredit terus meningkat.
Di perbankan, kondisi restrukturisasi kredit yang pada saat puncak pandemi Covid-19 mencapai hampir Rp850 triliun, berdasarkan data Juli 2022 telah turun ke Rp560 triliun.
Pada Agustus 2020, jumlah debitur restrukturisasi kredit mencapai 6,84 juta, kemudian turun menjadi 2,94 juta pada Juli 2022.