Bisnis.com, JAKARTA — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyiapkan ancang-ancang untuk menurunkan kasta hingga meminta bank melakukan likuidasi atas permintaan sendiri jika hingga akhir 2022 belum memenuhi ketentuan modal inti minimum Rp3 triliun.
Selain itu OJK juga memiliki opsi untuk menggabungkan bank tersebut secara paksa untuk memenuhi ketentuan modal inti.
Berdasarkan peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) No.12/POJK.03/2020 tentang Konsolidasi Bank Umum, bank umum diharuskan memiliki modal inti sebesar Rp3 triliun pada akhir 2022.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan hingga saat ini ada sejumlah bank yang masih belum memenuhi ketentuan modal intinya. Namun, ia belum bisa menyampaikan jumlah bank tersebut.
“Karena saat ini memang di pengawas, kami intensif koordinasi dengan pemilik bank agar memastikan pemenuhan ketentuan modal inti Rp3 triliun. Mudah-mudahan pada akhir November menjadi jelas, berapa bank tersisa yang tidak bisa penuhi Rp3 triliun,” ujarnya dalam konferensi pers Rapat Dewan Komisioner OJK secara daring beberapa waktu lalu.
Dian mengatakan, apabila bank tidak mampu memenuhi ketentuan modal inti tersebut, OJK menyiapkan sejumlah opsi. Pertama, bank akan dipaksa merger. “Ada Peraturan OJK (POJK) tentang perintah tertulis, salah satunya agar memastikan ketentuan OJK dipenuhi, ini juga termasuk untuk merger,” ungkapnya.
Baca Juga
Kedua, OJK akan menerapkan down grading bank untuk jadi bank perkreditan rakyat (BPR) bagi bank yang tidak memenuhi ketentuan modal inti Rp3 triliun. Ketiga, self liquidation atau likuidasi oleh bank yang tidak mampu mencapai modal inti Rp3 triliun.
Sedangkan, berdasarkan laporan keuangan per September 2022 dan sebagian Juni 2022, terdapat setidaknya 23 bank yang masih mencatatkan modal inti di bawah Rp3 triliun.
Meskipun, sejumlah bank kecil menyatakan optimismenya mencapai modal inti Rp3 triliun hingga akhir tahun ini. PT Bank Oke Indonesia Tbk. (DNAR) misalnya berdasarkan laporan keuangan kuartal III/2022 mempunyai modal inti Rp2.96 triliun. Namun, sejumlah aksi korporasi telah dilakukan perseroan.
Bank Oke gencar menjalankan skema rights issue dan pemilik mayoritas saham perseroan yakni APRO Financial Co. Ltd menjadi pembeli siaga. Bank Oke pun diproyeksikan serap dana sekitar Rp499 miliar penuhi modal inti minimum.
"APRO Financial Co.Ltd selaku pembeli siaga membeli seluruh sisa saham yang tidak diambil oleh pemegang Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) dalam Penawaran Umum Terbatas (PUT) IV," tulis manajamen Bank Oke dalam keterbukaan informasi, dikutip pada Sabtu (5/11/2022).
Dengan demikian, aksi korporasi tersebut berhasil membawa Bank Oke memenuhi persyaratan modal inti minimum OJK senilai Rp3 triliun.
PT Bank Victoria Tbk. (BVIC) juga telah mendekati ketentuan modal inti dari OJK. Per akhir Juni 2022 modal tier-1 bank senilai Rp2,4 triliun. Pada Agustus 2022, bank mendapatkan tambahan modal senilai Rp370,36 miliar dari penerbitan saham baru.
Pada bulan lalu BVIC mendapatkan suntikan modal sebesar Rp200 miliar dari pemegang saham mereka Suzanna Tanojo. Bank juga memiliki rencana menerbitkan 4,95 miliar saham baru pada akhir tahun ini. Bank menargetkan dapat menghimpun Rp768,09 miliar dari aksi korporasi tersebut.
Sementara, anak usahanya yakni PT Bank Victoria Syariah masih jauh dari batas minimum modal inti. Bank Victoria Syariah per September 2022 tercatat hanya mempunyai modal inti Rp265,79 miliar. Untuk itu, PT Victoria Investama Tbk. (VICO) mengambil alih saham PT Bank Victoria Syariah atau anak usaha dari BVIC.
PT Bank National Nobu Tbk (NOBU) juga mengejar pemenuhan modal inti dengan menjalankan opsi rights issue. Bank Nobu kini tengah mencari investor strategis guna menyerap saham yang akan ditawarkan pada aksi korporasi tersebut.
"Perseroan akan melaksanakan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) dalam waktu dekat dengan dilanjutkan proses right issue," kata Direktur NOBU Januar Angkawidjaja dalam keterbukaan informasi pada bulan lalu (31/10/2022).