Bisnis.com, JAKARTA — Izin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dimana perbankan dapat melakukan investasi maksimal 35 persen di perusahaan keuangan berbasis teknologi (financial technology/fintech) dinilai sebagai langkah positif bagi industri, pasalnya kebijakan ini akan membuka ruang tambahan modal.
Ketua Indonesia Fintech Society (Ifsoc) Rudiantara mengatakan, kebijakan yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yakni POJK No. 22/2022 tentang kegiatan penyertaan modal oleh bank umum menjadi opsi pendanaan bagi pelaku usaha fintech, selain dari yang biasanya memperoleh modal dari venture capital.
Kebijakan tersebut juga dapat menjadi salah satu opsi untuk menyalurkan kredit nya ke Kredit Usaha Rakyat (KUR), tidak dalam bentuk loan channeling melainkan dalam bentuk kepemilikan saham. “Bank memiliki kewajiban kredit nya ke KUR, dengan adanya akuisisi ini kredit yang disalurkan tidak dalam bentuk loan channeling, tapi kepemilikan saham sehingga dana nya bisa lebih murah,” ujar dia.
Di satu sisi, akusisi yang dilakukan perbankan sebesar 35 persen tersebut juga dapat meringankan suku bunga yang dikenakan oleh fintech. Lebih lanjut, kebijakan ini tidak akan menciptakan persaingan permodalan di industri fintech. Menurut Rudiantara jika keuda belah pihak memiliki willing seller dan willing buyer, maka pencarian modal di bank lain bisa terjadi meskipun fintech tersebut sudah dimiliki oleh perbankan.
“Agar willing seller dan willing buyer tercipta tentu ada persyaratan. Misalkan dari perusahaan perbankan tidak membatasi fintech nya untuk mendapatkan loan channeling dari bank lain,” ujar dia.
Sebelumnya OJK telah resmi menerbitkan POJK No. 22/2022 tentang Kegiatan Penyertaan Modal oleh Bank Umum. Aturan ini menetapkan penyertaan modal oleh bank paling tinggi 35 persen kepada perusahaan finansial berbasis teknologi (fintech) seperti peer to peer lending alias pinjaman online (pinjol), agregator, hingga sistem pembayaran.
Baca Juga
Latar belakang peraturan ini karena OJK menimbang pesatnya perkembangan teknologi informasi telah mengubah proses bisnis industri jasa keuangan, sehingga diperlukan kolaborasi perbankan dengan perusahaan bidang keuangan dalam suatu ekosistem digital.
Direktur Humas OJK Darmansya mengatakan bahwa sebagai upaya meningkatkan daya saing, terdapat kebutuhan bagi industri perbankan untuk melakukan penyertaan modal pada perusahaan finansial berbasis teknologi informasi.
“Agar mendukung hal tersebut, OJK menerbitkan peraturan terkait penyertaan modal yang lebih bersifat principle based untuk mendukung strategi bisnis bank dan harmonisasi dengan ketentuan saat ini,” pungkasnya.
Terkait hal tersebut, Pasal 6 ayat 1 POJK No.22/2022 mengatur bahwa jumlah seluruh portofolio penyertaan modal oleh bank paling tinggi 35 persen dari modal bank. Jumlah seluruh portofolio yang dimaksud merupakan jumlah penyertaan modal pada seluruh investee atau penerima modal, termasuk peningkatan penyertaan modal dan dividen saham.