Bisnis.com, JAKARTA — Anggaran Tahunan Bank Indonesia (ATBI) tahun 2023 diproyeksi akan mengalami defisit hingga Rp19,99 triliun.
Hal ini disampaikan oleh Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo saat menyampaikan Rencana ATBI ke Komisi XI DPR RI, Selasa (22/11/2022).
Dia menjelaskan, perkiraan defisit anggaran tersebut terutama disebabkan oleh defisit pada anggaran kebijakan yang diperkirakan mencapai Rp33,15 triliun.
“Sehingga keseluruhan RATBI 2023 diperkirakan defisit Rp19,99 triliun, terutama [disebabkan] defisit anggaran kebijakan sebesar Rp33,15 triliun,” katanya.
Perry mengatakan, defisit yang besar pada anggaran kebijakan tersebut dipicu oleh langkah intervensi BI untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah mengingat ketidakpastian yang sangat tinggi pada tahun depan.
“Anggaran kebijakan berkaitan dengan langkah-langkah kami melakukan stabilitas, baik kenaikan suku bunga maupun langkah-langkah menjaga stabilitas nilai tukar rupiah,” jelasnya.
Baca Juga
Perry mengatakan, perekonomian global pada tahun depan diproyeksi masih akan terus bergejolak. Pengetatan kebijakan moneter oleh bank sentral secara global diproyeksi akan terus berlanjut, bahkan berlangsung lebih lama.
Pengetatan kebijakan moneter tersebut, terutama di negara maju menambah ketidakpastian bagi pasar keuangan negara berkembang. Aliran modal asing masih berpotensi keluar sehingga menekan mata uang negara-negara tersebut.
Dia menyampaikan, pelemahan mata uang dunia yang terjadi disebabkan oleh penguatan dolar Amerika Serikat (AS). Indeks dolar AS pun sempat mencapai 114 atau menguat hampir 25 persen.
“Semua negara mengalami tekanan pelemahan karena penguatan dolar AS, yang dipicu oleh kenaikan Fed Funds Rate dan yield US Treasury,” jelas Perry.
Nilai tukar rupiah pun hingga 16 November 2022 mencatatkan depresiasi sebesar 8,6 persen. Perry mengatakan, langkah stabilisasi nilai tukar rupiah telah menguras cadangan devisa hingga sebesar US$9,8 miliar.
“Kami tahun ini memang mati-matian untuk menstabilkan nilai tukar rupiah, kami intervensi dalam jumlah yang besar, itulah kenapa cadangan devisa turun dari US$139,9 miliar menjadi sekitar US$130,1 miliar,” kata Perry.
Dia menambahkan, BI akan terus memutar otak untuk mengupayakan stabilitas nilai tukar rupiah tanpa mengurangi cadangan devisa Indonesia, salah satunya dalan dengan kebijakan Devisa Hasil Ekspor.
“Kami akan terus melakukan langkah mati-matian untuk stabilisasi nilai tukar rupiah, supaya imported inflation tidak terlalu tinggi, stabilitas moneter dan keuangan terjaga, kondisi korporasi juga baik, sehingga secara keseluruhan tetap baik,” tuturnya.