Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Omnibus Law Keuangan: DPR Soroti DIM Pasal-Pasal Pengaturan Koperasi

Omnibus law Keuangan yang menjadi inisiatif DPR masih meningkatkan pembahasan mengenai pengawasan koperasi yang terperangkap dualisme.
Gedung Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah RI di Jakarta. -Bisnis.com/Samdysara Saragih
Gedung Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah RI di Jakarta. -Bisnis.com/Samdysara Saragih

Bisnis.com, JAKARTA — Pasal-pasal yang berada di bab Koperasi dalam Rancangan Undang-Undang tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU P2SK) alias omnibus law keuangan khusunya dalam klaster 2 dinilai perlu pendalaman sehingga dapat menyelesaikan permasalah yang ada di dalam industri koperasi saat ini.

Dalam rapat yang dipimpinan Ketua Panja RUU P2SK Dolfie O.F.P itu mengemuka penekanan bahwa pasal-pasal yang terdapat di klaster 2 perlu untuk diperdalam lagi khususnya pasal 44E dan 44D di mana pengawasan dari Kementerian Koperasi beralih ke OJK dan memperoleh izin baru dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK),

Lainnya, rapat juga menyoroti pasal 44D: Kemenkop menyerahkan KSP ke OJK, pasal 44E: izin usaha KSP oleh OJK, dan pasal 44F: anggaran dasar koperasi persetujuan OJK. 

“Sementara untuk pasal 44F mengenai anggaran dasar Koperasi itu juga perlu dua kali persetujuan, di mana ke Kementerian juga persetujuan dan OJK juga persetujuan. Hal ini dilakukan agar KSP yang dimiliki Koperasi lebih jelas,” katanya.

Pimpinan Rapat Panja RUU tentang PPSK Komisi XI DPR RI Dolfie O.F.P mengatakan bahwa pasal 44F yang terdapat di klaster 2 dinilai janggal karena Koperasi yang sudah memiliki Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (ADART) ini perlu direvisi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

“Koperasi versi OJK itu tidak ada, kita tidak mau terlalu banyak versi untuk urusan Koperasi ini. Ini janggan di pasal 44F untuk urusan sistem keuangannya. Ini kami nilai janggal karena terkesan, ada koperasi anggaran dasar versi Kemenkop dan ada koperasi anggaran dasar OJK,” ujar Dolfie. 

Menanggapi hal tersebut, pihak Koperasi menyampaikan bahwa permasalah yang terjadi pada pasal tersebut disebabkan oleh adanya suatu regulasi. Karena di dalam undang-undang erkoperasian itu belum mengatur mengenai pengaturan yang ada di dalam pasal 44D, termasuk perizinan dan pencabutan perizinan.

“Dalam mengatasi permasalahan pasal tersebut, kami ingin meminta pandangan kepada Kementrian Hukum dan HAM, karena ini dimasukkan ke dalam undang-undang penguatan sektor keuangan, tetapi mengatur substansi yang sebetulnya substansinya itu ada di undang-undang per koperasian seharusnya, tetapi memang saat ini belum ada,” jelas pihak Koperasi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper