Bisnis.com, JAKARTA — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melihat ancaman resesi ekonomi global semakin nyata dan kemungkinan besar terjadi. Meski demikian, ekonomi Indonesia akan mampu bertahan dari gejolak karena ditopang oleh konsumsi domestik.
Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar mengatakan bahwa perekonomian internasional ke depan akan semakin berat lantaran diterpa resesi global.
“Dan apakah akan terjadi resesi global? kemungkinan besar demikian, paling tidak di negara-negara maju bahkan di Eropa dan kemungkinan pertumbuhan yang semakin melambat di Amerika Serikat,” ujarnya dalam rilis aplikasi otomasi informasi IBPR-S, Senin (5/12/2022).
Mahendra menambahkan apa yang dilakukan otoritas di negara-negara maju saat ini tidak pernah terjadi atau bahkan jarang terjadi. Pasalnya, bank sentral negara maju cenderung khawatir saat perekonomian negaranya bertumbuh.
“Intinya adalah bank sentral AS khawatir jika perekonomiannya tumbuh sehat. Mereka melihat hal tadi adalah ancaman besar pada tingkat inflasi yang tinggi,” pungkasnya.
Dia juga menyebut bahwa saat ini negara-negara maju mencatatkan tingkat inflasi yang tinggi. AS misalnya membukukan inflasi hingga 8,8 persen, sementara Inggris mencapai 10 persen. Hal ini terjadi di tengah situasi Indonesia sedang berupaya menurunkan tingkat inflasi.
Baca Juga
“Artinya memang hampir tidak terelakkan karena memang misi dari bank sentral di negara-negara maju untuk pertumbuhan ekonomi tidak tinggi,” tutur Mahendra.
Di sisi lain, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) melihat pertumbuhan positing ekonomi Indonesia menjadi berkah di tengah penurunan kinerja ekonomi yang dialami banyak negara.
Pada kuartal III/2022, misalnya, ekonomi Indonesia tercatat tumbuh sebesar 5,72 persen secara tahunan (year-on-year/yoy). Lembaga-lembaga internasional turut memprediksi ekonomi Indonesia dapat tumbuh hingga 5,1 persen–5,3 persen pada 2023.
Perwakilan International Monetary Fund (IMF) untuk Indonesia juga memprediksi Indonesia akan memenuhi target penurunan inflasi pada angka 3 persen untuk tahun depan di tengah ancaman resesi dan perlambatan ekonomi global.
Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan kinerja dan prediksi positif itu tak bisa dilepaskan dari sejumlah sektor ekonomi pendukung yang dimiliki oleh Indonesia. “Resiliensi ekonomi Indonesia tersebut ditopang oleh konsumsi domestik,” ujar Purbaya.
Dia menjelaskan konsumsi domestik yang besar telah meredam dampak guncangan ekonomi global terhadap perekonomian nasional. Konsumsi domestik sendiri berkontribusi sebesar 50,38 persen dari total Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia.
Selain itu, Purbaya juga menyatakan bahwa indeks Penjualan Ritel dan Production Manufacturing Index (PMI) masih tercatat berada pada level yang ekspansif.
“Apabila kita melihat indikator-indikator ekonomi riil juga masih menunjukkan tren yang baik. Penjualan ritel tumbuh positif diiringi oleh peningkatan optimisme konsumen,” tuturnya.
Purbaya juga mengungkapkan optimismenya pada sektor perbankan nasional. Tecermin dari intermediasi yang terus membaik seiring dengan pemulihan ekonomi Tanah Air.
Penyaluran kredit perbankan tercatat tumbuh sebesar 11,9 persen yoy pada Oktober 2022. Pada saat bersamaan, dana pihak ketiga (DPK) tumbuh 9,4 persen yoy, yang mengindikasikan dana mulai kembali mengalir ke sektor riil untuk menggerakkan perekonomian.
“Industri perbankan nasional kita masih dalam kondisi yang stabil. Level permodalan bank secara nasional sangat tebal, berada di angka 25,12 persen per September 2022. Kita bisa sama-sama melihat selama pandemi kemarin, perbankan kita tidak mengalami permasalahan berat salah satunya karena permodalannya yang sangat tinggi tersebut,” kata Purbaya.