Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) optimistis industri pada 2023 optimistis tidak akan terpengaruhi oleh sentimen kenaikan suku bunga The Fed. Hal ini seiring dengan proyeksi ekonomi Indonesia yang masih akan terus tumbuh ke depannya.
Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia Suwandi Wiratno mengatakan, asosiasi melihat sentimen suku bunga ini tidak akan terlalu memberikan dampak terhadap industri pembiayaan, karena debitur yang existing itu sudah naik kalau di perusahaan pembiayaan seiring dengan telah dilakukannya penandatangan kontrak.
“Mayoritas debitur kita pada saat tanda tangan kontrak itu bunga nya tetap atau fix selama masa tenor. Jadi kenaikan suku bunga ini tidak akan begitu memberikan dampak terhadap industri pembiayaan,” ujar Suwandi dalam webinar Bisnis Indonesia Business Challenge 2022, Kamis (15/12/2022).
Suwandi menambahkan, kenaikan suku bunga 100-200 bps juga tidak akan mempengaruhi industri pembiayaan. Asosiasi melihat Indonesia masih memiliki tren yang positif pada tahun depan. Selama pertumbuhan ekonomi indonesia baik yang diperkirakan 4,85 persen, pembiayaan pasti akan meningkat karena kebutuhan skan pembiayaan psti akan ada baik kendaraan, modal kerja, investasi dan lainnya.
“Kami meyakini bahwa kenaikan suku bunga yang mungkin akan ditutup The Fed sebesar 250 bps pada 2022 saya ga yakin ini ga akan mempengaruhi, selama indonesia masih bisa bekerja produktif dan selama pegawai-pegawai masih dapat pekerjaan tidak sulit, tidak ada lay off, ini tidak akan mempengaruhi,” ujar Suwandi.
Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia melihat bahwa dengan demografi Indonesia yang besar dan pangsa pasar yang besar, sentimen kenaikan suku bunga tidak perlu dikahwatirkan, khususnya bagi industri pembiayaan.
Baca Juga
Sebagai informasi, perusahaan pembiayaan hingga September 2022 mencapai kinerja yang positif dibandingkan periode-periode sebelumnya. Pencapaian ini tentunya didukung oleh berbagai kebijakan yang diberikan oleh Otortias Jasa Keuangan (OJK).
Suwandi mengatakan, hingga September 2022 perusahaan pembiayaan telah mencatatkan nonperforming financing (NPF) gross berada di 2,58 persen. Kemudian NPF net mencapai 0,7 persen. “Pencapaian tersebut bisa diartikan bahwa para debitur yang ada di perusahaan pembiayaan saat ini menunjukan kualitas yang sangat baik, sehingga baik NPF gross maupun NPF netto mencatatkan kinerja positif,” ujar dia.
Pencapaian tersebut bisa didapatkan karena perusahaan-perusahaan pembiayan tersebut telah mnejadi anggota Sistel Layanan Informasi Keuangan (SLIK) sejak April 2019 yang dikelola oleh OJK. Artinya bagi para debitur yang akan meminjam di perusahaan pembiayaan tentu akan dilakukan pengecekan terlebih dahulu melalui SLIK, apabila kalau suatu perusahaan memiliki pinjaman di tempat lain dan ternyata payment behavior yang buruk tentu tidak akan disetujui.