Bisnis.com, JAKARTA— Industri pembiayaan diprediksi masih menghadapi tekanan cukup berat pada kuartal II/2025, di tengah lemahnya pasar otomotif, ketatnya proses penyaluran kredit, serta ancaman ketidakpastian global.
Praktisi dan pengamat industri pembiayaan, Jodjana Jody, mengatakan bahwa periode setelah Lebaran justru berpotensi memperburuk kualitas kredit.
“Kuartal II/2025 saya rasa akan berat. Biasanya sesudah Lebaran, kredit macet meningkat lagi,” kata Jodjana saat dihubungi Bisnis, dikutip Selasa (15/4/2025).
Menurut Jodjana, kondisi pasar otomotif tahun ini terasa kurang bergairah dibanding periode menjelang Lebaran tahun lalu. Meski terdapat kenaikan pesanan kendaraan pada Maret 2025 dibanding Februari, peningkatan tersebut belum mampu menyaingi pencapaian tahun sebelumnya.
“Rata-rata pemain otomotif menyatakan ada peningkatan di order taking 10–15%, namun secara overall masih lebih rendah dibanding tahun lalu. Multifinance juga tentu terpengaruh, khususnya karena pasar kendaraan yang lemah,” ungkapnya.
Selain itu, Jodjana menyebut pemain multifinance saat ini masih bergelut dengan kualitas kredit yang belum membaik. Pelaku industri pun semakin berhati-hati dalam menyalurkan pembiayaan baru.
Baca Juga
“Multifinance masih dihadapi dengan isu credit quality yang belum membaik dan semuanya sangat hati-hati untuk memberikan lending,” katanya.
Dia pun memperkirakan penyaluran pembiayaan pada April 2025 masih tertekan. Namun pihaknya berharap pada Mei 2025 akan lebih baik, tetapi di sisi lain dirinya menyoroti situasi global karena efek tarif reciprocal Amerika Serikat (AS) yang sangat di luar imajinasi. Oleh sebab itu, dikhawatirkan bisnis akan lesu, likuiditas perbankan makin ketat.
“Dan sudah terbukti sekarang LDR bank-bank besar pun sudah melesat ke 92-94%, serta credit process yang masih akan ketat. Jadi kuartal 2 kondisinya cukup berat,” katanya,
Sebagai strategi bertahan, Jodjana bilang, pelaku industri diperkirakan akan fokus pada pembiayaan yang sehat dan memperkuat penagihan (collection). Diam menyebut perusahan perlu lebih memilih segmen konsumen yang keuangannya masih stabil di tengah berbagai isu ini.
“Serta melakukan ekstensifikasi credit repeat order. Untuk perbaikan AR, kita harus memperkuat collection dan memberikan solusi yang win win untuk konsumen yang give up,” tandasnya.
Sementara itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat pembiayaan oleh perusahaan multifinance masih mencatatkan pertumbuhan positif per Februari 2025.
Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK, Agusman, menyampaikan bahwa utang pembiayaan tumbuh sebesar 5,92% secara tahunan (year on year/YoY) per Februari 2025 menjadi Rp507,02 triliun.
Pertumbuhan tersebut didorong terutama oleh pembiayaan investasi yang melonjak sebesar 12,98% YoY. Dari sisi risiko, rasio kredit bermasalah atau non-performing financing (NPF) juga menunjukkan perbaikan.
NPF gross turun menjadi 2,87% dari 2,96% pada Januari, sementara NPF net membaik tipis ke level 0,92% dari sebelumnya 0,93%.
Di sisi lain, gearing ratio perusahaan pembiayaan juga tetap terkendali pada posisi 2,20 kali, jauh di bawah ambang batas maksimum yang ditetapkan sebesar 10 kali.