Bisnis.com, JAKARTA — PT Bank Ina Perdana Tbk. atau Bank Ina (BINA), milik taipan Anthony Salim tetap menjaga pertumbuhan kreditnya seiring dengan kekhawatiran resesi global yang akan menimpa sejumlah sektor bisnis di Indonesia.
Bank Ina sendiri mencatatkan portofolio kredit Rp8,64 triliun per kuartal III/2022. Jumlah ini naik signifikan dibandingkan posisi akhir 2021, yakni Rp3,7 triliun. Adapun aset dari emiten berkode saham BINA ini telah mencapai Rp20,30 triliun.
Direktur Utama PT Bank Ina Perdana Tbk. (BINA) Daniel Budirahayu mengatakan bahwa pertumbuhan kredit Bank Ina didominasi oleh kredit modal kerja di sektor perdagangan dan sebagian untuk bahan baku manufaktur. "Kami juga mempunyai portofolio di kredit investasi, umumnya pengadaan alat-alat berat untuk pertambangan," katanya kepada Bisnis pada Kamis (22/12/2022).
Ia mengatakan, Bank Ina memang terus menjaga pertumbuhan kreditnya, namun tetap mengedepankan prinsip kehati-hatian. Kredit yang disalurkan Bank Ina juga tidak hanya terbatas pada sejumlah sektor.
Ia mengatakan, perbankan memang mesti berhati-hati apalagi di tengah kekhawatiran resesi global yang bisa saja menghantam sejumlah sektor bisnis. Meski begitu, Daniel memperkirakan masih adanya beberapa sektor industri yang memiliki resiliensi dan mampu mengungkit pertumbuhan kredit ke depan, diantaranya sektor perdagangan yang menjadi penopang kredit Bank Ina, khususnya consumer goods dan pertambangan.
Sebelumnya, berdasarkan laporan Analisis Uang Beredar pada November 2022, yang dirilis Bank Indonesia pada Jumat (23/12/2022), penyaluran kredit perbankan pada November 2022 mencapai Rp6.317,7 triliun atau tumbuh 10,8 persen secara tahunan (year on year/yoy).
Penyaluran kredit pada November 2022 melambat jika dibandingkan dengan Oktober 2022 yang tumbuh 11,74 persen yoy.
Sedangkan, kredit di sektor perdagangan, hotel, dan restoran tumbuh melambat pada November 2022 sebesar 8,19 persen yoy, dibandingkan Oktober yang tumbuh 9,7 persen yoy.
Kredit untuk sektor industri pengolahan juga tumbuh melambat 10,99 persen pada November 2022, dibandingkan dengan Oktober 2022 yang tumbuh 12,6 persen.
Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar telah memperingati pelaku industri perbankan untuk mewaspadai risiko kredit di sektor manufaktur dan komoditas. Menurut dia, perlambatan ekonomi yang terjadi di tingkat global menimbulkan kerawanan bagi sektor komoditas ataupun industri tertentu. Oleh sebab itu, eksposur kredit perbankan yang menyasar dua sektor tersebut perlu dikawal dengan baik.
Sementara itu, untuk dalam negeri, Mahendra menuturkan bahwa beberapa pasar ekspor mengalami pelemahan pasar. Semisal, industri manufaktur seperti tekstil dan alas kaki. Sektor ini dinilai perlu diberikan ruang perpanjangan restrukturisasi hingga satu tahun.
Menghadapi kondisi itu, otoritas pun telah menyiapkan sejumlah strategi sebagai langkah mitigasi. “Dalam menghadapi situasi tersebut, tentunya kami sudah menyiapkan sejumlah strategi, salah satunya adalah melakukan pengawalan pada sektor komoditas dan industri tertentu,” tuturnya.