Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Siasat BRI (BBRI) dan BCA (BBCA) Raup Peluang Pembiayaan Hijau

BRI dan BCA menyiapkan sejumlah siasat dalam mendorong pembiayaan berkelanjutan mereka tahun ini.
Pekerja membersihkan menara BCA di Jakarta, Selasa (12/3/2019)./ANTARA-Sigid Kurniawan
Pekerja membersihkan menara BCA di Jakarta, Selasa (12/3/2019)./ANTARA-Sigid Kurniawan

Bisnis.com, JAKARTA — PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) dan PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) akan gencar mendorong penyaluran pembiayaan berkelanjutan (sustainable financing) tahun ini seiring dengan potensinya yang dianggap besar.

Corporate Secretary BRI Aestika Oryza Gunarto mengatakan bahwa tahun ini BRI akan semakin gencar untuk fokus pada aspek sustainability atau prinsip environmental, social and governance (ESG) dalam operasional bisnisnya. Salah satu cara untuk fokus pada aspek sustainability itu adalah dengan terus menambah portofolio pembiayaan berkelanjutan mereka. 

"BRI akan terus berkomitmen untuk memperbesar porsi pembiayaan ESG sebagai upaya untuk mendukung keberhasilan pencapaian SDG (sustainable development goals)," kata Aestika kepada Bisnis, Rabu (18/1/2023).

Saat ini, pembiayaan berkelanjutan di BRI sudah mencapai Rp671,1 triliun atau setara 66,6 persen dari total portofolio pinjaman yang disalurkan.Selain dengan mempertebal portofolio pembiayaan berkelanjutan, BRI juga akan menyasar pendanaan dengan skema penerbitan obligasi hijau atau green bond. Menurut Aestika, skema penerbitan green bond mempunyai potensi yang besar.

"Hal ini tercermin dari penerbitan tahap pertama green bond pada tahun lalu yang mendapatkan kelebihan permintaan [oversubscribed] sebanyak 4,4 kali," kata Aestika.

Pada tahun lalu, BRI memang telah menerbitkan green bond senilai Rp5 triliun yang merupakan bagian dari penawaran umum berkelanjutan (PUB). Total target dana yang akan dihimpun dari penerbitan green bond itu sebesar Rp15 triliun dan dilakukan bertahap selama 3 tahun, dari 2022 hingga 2024.

Langkah BCA (BBCA) Kejar Pembiayaan Hijau

Begitu juga dengan BCA. Executive Vice President Corporate Communication & Social Responsibility BCA Hera F. Haryn mengatakan bahwa pada tahun ini prospek kredit berkelanjutan cukup baik. "Kami terus mendorong portofolio kredit keuangan berkelanjutan," ungkapnya.

Hingga kuartal III/2022, BCA telah menyalurkan pembiayaan ke sektor-sektor berkelanjutan sebesar Rp172,7 triliun atau tumbuh 18,6 persen secara tahunan (year on year/yoy). Kredit berkelanjutan itu telah berkontribusi 25,1 persen terhadap total kredit BCA secara keseluruhan. Pertumbuhan pembiayaan ke sektor berkelanjutan tersebut lebih tinggi dari pertumbuhan total kredit BCA. 

Kredit tersebut disalurkan oleh BCA ke berbagai proyek hijau misalnya sektor energi terbarukan. Per September 2022, BCA telah menyalurkan pembiayaan bagi sejumlah perusahaan yang bergerak di bidang energi terbarukan dengan total kapasitas energi yang dihasilkan sebesar 210 Megawatt (MW).

Sebagaimana diketahui, pembiayaan berkelanjutan tahun ini diperkirakan akan meningkat. Ketua Umum Ikatan Bankir Indonesia (IBI) Haryanto T. Budiman mengatakan bahwa investor global saat ini banyak yang sudah fokus pada aspek sustainability dalam keputusan investasi mereka.

"Penerapan ESG jadi pertimbangan utama mereka dalam berinvestasi, perbankan nasional pun tak luput dari penerapan prinsip tersebut," kata Haryanto dalam CEO Banking Forum pada pekan lalu (9/1/2023).

Di Indonesia, potensi kredit berkelanjutan pun tergolong besar. Apalagi, Indonesia merupakan salah satu negara di Asia Tengara yang memiliki risiko paling besar terkena dampak perubahan iklim. 

Berdasarkan data Bank Pembangunan Asia, perubahan iklim akan memangkas pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) negara-negara di Asia Tenggara sebesar 11 persen pada akhir abad ini. Dengan begitu, semakin banyak lagi perusahaan di Indonesia yang akan menerapkan prinsip berkelanjutan. 

Selain itu, pembiayaan berkelanjutan tahun ini akan terdorong oleh penguatan peran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam Undang-undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK).

Dalam UU PPSK, pasal 6 ayat 1b menyebutkan bahwa OJK memiliki tugas baru untuk mengatur dan mengawasi keuangan derivatif dan bursa karbon. Adapun hal tersebut mencakup perdagangan instrumen yang berkaitan dengan nilai ekonomi karbon.

Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar mengatakan wewenang baru tersebut memungkinkan otoritas untuk ikut mendorong pertumbuhan ekonomi dalam negeri melalui beberapa sektor prioritas, salah satunya terkait dengan ekonomi hijau.

“Ini dalam kaitan penguatan dan pengembangan apa yang kami ingin dorong tadi, apakah itu ekonomi hijau atau kita mau mendorong transisi energi dari berbasis fosil ke yang lebih terbarukan,” ujarnya.

Halaman
  1. 1
  2. 2

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper