Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menyindir para bankir yang dinilai sulit mengucurkan pembiayaan untuk pembangunan smelter.
Menurutnya, investasi hilirisasi memiliki peluang bagus untuk dibiayai perbankan. Hal ini seiring dengan misi pemerintah yang berfokus pada hilirisasi guna mendorong nilai tambah di dalam negeri, termasuk lewat pembangunan smelter dan ekosistem industri hilir lainnya.
“Khusus untuk perbankan, ini peluangnya sudah bagus. Barang ini sudah bagus cuma kalau kreditnya minta ampun lamanya dan belum tentu juga dikasih. Ini aku jujur saja, smelter ini asing yang paling banyak,” ujarnya dalam acara Mandiri Investment Forum, Rabu (1/2/2023).
Dia mengemukakan bahwa izin usaha pertambangan (IUP) sebanyak 80 persen dimiliki warga Indonesia. Akan tetapi, sebanyak 90 persen smelter di Indonesia untuk nikel dikuasai oleh asing.
“Kenapa? Karena pembiayaannya dari luar negeri lebih bagus. Ekuitas itu paling cuma 10 persen. Di Indonesia, mohon maaf abang-abang saya dari Bank Himbara atau bank-bank lain, sudah ekuitasnya gede belum tentu juga keluar barang itu,” pungkasnya.
Oleh karena itu, Bahlil menyatakan bahwa dibutuhkan kolaborasi yang baik antara pemerintah dengan lembaga jasa keuangan untuk mendorong pembangunan smelter di dalam negeri.
Baca Juga
Bahlil juga menyampaikan Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) untuk smelter maksimal mencapai 5 tahun untuk mencapai break even point atau titik impas. Untuk itu, dia menilai Indonesia perlu melakukan percepatan dalam mendorong hilirisasi.
Adapun, pemerintah tengah fokus pada investasi hilirisasi dari 8 sektor prioritas dan 21 komoditas yang diperkirakan memiliki potensi nilai investasi sebesar US$545,3 miliar
Delapan sektor prioritas tersebut adalah mineral dan batu bara, minyak dan gas bumi, perkebunan, kelautan, perikanan, serta kehutanan.
Perinciannya, investasi dari mineral dan batu bara mencapai US$427,1 miliar, sedangkan minyak dan gas bumi US$67,6 miliar. Selanjutnya, sektor perkebunan, kelautan, perikanan, dan kelautan memiliki proyeksi nilai investasi sebesar US$50,6 miliar.
Sementara itu, 21 komoditas yang dimaksud mencakup batu bara, nikel, timah, tembaga, bauksit, besi baja, emas perak, aspal, minyak bumi, gas, sawit, kelapa, karet, biofuel, kayu log, getah pinus, udang, perikanan, rumput laut, dan garam.