Bisnis.com, JAKARTA – Sepanjang 2022, pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 5,31 persen. Ekonom menilai terdapat sejumlah langkah strategis untuk memperkuat kontribusi sektor jasa keuangan terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia, salah satunya dengan memberantas investasi bodong yang masih menjamur di masyarakat.
Direktur Center of Economic and Law Studied (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan untuk memperkuat kontribusi jasa keuangan dengan melakukan penegakan hukum, terutama untuk memberantas investasi-investasi ilegal serta dilakukannya penegakan hukum yang berkaitan dengan sanksi tegas kepada asuransi, multifinance, dan pinjaman online (pinjol) yang tidak menerapkan prinsip kehati-hatian serta merugikan konsumen maupun nasabah.
Selain itu, Bhima menilai penguatan sektor jasa keuangan juga harus dibarengi dengan literasi keuangan yang masif hingga mencapai kawasan perdesaan (rural area). Menurutnya, penguatan literasi keuangan dapat meningkatkan jumlah pemain investasi ritel di Indonesia.
“Perlu ada literasi yang lebih masif sampai ke tingkat desa untuk mengenalkan produk keuangan manfaat terkait dengan berinvestasi dan bagaimana literasi keuangan ini kan juga akan meningkatkan jumlah pemain investasi ritel di Indonesia,” kata Bhima kepada Bisnis, Senin (6/2/2023).
Berikutnya, juga harus dilakukan kerangka kerja sama sektor keuangan di wilayah Asean. Pasalnya, sambung Bhima, wilayah Asean pada 2023 masih akan menjadi sumber pertumbuhan ekonomi yang relatif stabil, seperti Malaysia, Vietnam, dan Filipina yang diproyeksi masih akan tumbuh positif bahkan lebih tinggi dibandingkan rata-rata pertumbuhan negara berkembang.
Dia berharap pemerintah dapat memanfaatkan keketuaan Aseab 2023 agar makin banyak perusahaan perusahaan jasa keuangan yang juga ekspansi mendirikan cabang di pasar Asia Tenggara.
"Mereka juga bisa melakukan akuisisi di pasar Asean, sembari memperdalam inklusi keuangan dan memperdalam transaksi sektor keuangan di dalam negeri,” lanjutnya.
Di samping itu, Bhima menilai sektor jasa keuangan juga harus memanfaatkan digitalisasi untuk menambah jumlah investor ritel dalam waktu yang singkat.
Menurutnya, pemanfaatan digitalisasi perlu didorong karena masih banyak varian dari produk keuangan digital yang belum termanfaatkan.
“Tapi itu asalkan penegakan hukum dan setiap kali ada pengadilan terhadap kasus kejahatan sektor keuangan digital juga harus dipastikan harta atau aset dikembalikan kepada para korban, sehingga ada rasa trust ataupun kepercayaan. Dengan itulah sektor keuangan implikasinya bisa lebih besar,” tuturnya.
Di samping itu, Bhima menilai sektor keuangan juga perlu menyalurkan lebih banyak lagi portofolio pinjaman hingga pembiayaan kepada sektor yang berkaitan dengan transisi energi dan pembangunan berkelanjutan.
“Itu juga salah satu cara agar sektor keuangan bisa menciptakan dampak ekonomi yang lebih luas lagi karena Indonesia butuh pembiayaan untuk hilirisasi dan transisi energi,” katanya.